Rabu, 03 Agustus 2016

"REUNI SMA TANPA PERUT RATA"

"Ugh...uugh...uuugghh..."
Ah, bedebah. Rok hitam, celana panjang hitam, dan jeans andalanku. Semua tidak ada yang muat. Bagaimana ini? Besok aku mau reuni. Sudah sepuluh tahun aku tidak bertemu mereka.
Sudah terbayang komentar-komentar sadis dan tatapan miris teman-teman SMA-ku dulu.
"Apa kabar? Makin gemuk aja!"
"Ah, dia mah, emang gak pernah kurus dari dulu."
"Ini udah anak ke berapa?"
Grr...grrrh...grrrhh... Belum apa-apa aku sudah panas duluan. Bisa kubayangkan wajah-wajah mencibir Amanda dan geng para pesoleknya waktu SMA. Huh! Mentang-mentang aku chubby, aku selalu di-bully.
Kutatap bayangan perutku yang jauh dari rata di cermin. Ah, aku harus menyembunyikannya. Tapi, bagaimana caranya?
Apa aku tidak usah datang saja?
"I know what you're thinking." Suara bariton Ben mengagetkanku. Lelaki jangkung yang sudah hampir botak itu menghampiriku dan memelukku dari belakang. Kulihat wajah kami berdampingan saat sama-sama menatap cermin. Wajahnya tampak serius.
"Kalau aku temenin, kamu mau datang, 'kan?"
---***---
Akhirnya, hari yang kutakutkan tiba juga. Mana Ben tetap keukeuh menemaniku ke Reuni 10 Tahun SMA-ku. Begitu deh, kalau kamu menikah dengan psikolog. Kata Ben, aku harus menghadapi semua hantuku di masa lalu, cepat atau lambat.
Iya juga, sih. Tapi...ah, kata orang masa SMA adalah yang paling indah. Bagiku mah, enggak. Sering di-bully, dikatai, diganggu sampai sakit hati. Amanda dan gengnya emang secantik Gadis Sampul, sih. Sayangnya, mereka juga merasa bahwa (dianggap) cantik berarti bisa suka-suka menghina orang lain. Cuih.
"Maaf." Seorang perempuan tinggi dan...sangat gemuk, bahkan lebih besar dariku, menyenggolku tanpa sengaja. Aku dan Ben lirik-lirikan. Suamiku tersenyum sambil menggenggam tanganku. Hatiku sedikit lebih tenang.
"Damai! Oh, my God," seru seorang perempuan kriwil gembira. Ternyata dia adalah Cherry, sahabatku waktu sekelas dulu. "Akhirnya kamu datang juga. Kamu cantik banget!"
Kami berpelukan. Kukenalkan dia pada Ben, suamiku. Cherry mengenalkanku pada Edo, suaminya. Kami juga bernostalgia dengan beberapa teman lama, sampai...
"Amanda!"
Deg. Jantungku berdegup lebih keras saat mataku mencari-cari sosok yang sempat menjadi momok masa remajaku.
Dan aku pun melihatnya. Sosok yang dipanggil Amanda itu balas menyahut. Dia adalah seorang perempuan tinggi besar dan sangat gemuk yang bertabrakan denganku barusan.
Oh...
R.
(Jakarta, 15 Juli 2016 - untuk Tantangan Menulis Mingguan Klub Menulis Couchsurfing Jakarta: "Rata/Flat" di Setiabudi One, Kuningan - pukul 20:00)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar