Minggu, 22 Februari 2015

“RENDAH DIRI BERBUAH IRI-DENGKI”

Dalam diam kau bertanya-tanya:
“Hai, mengapa akhir-akhir ini kau diam saja?”
Hanya senyumku yang berbalut misteri,
pasti buatmu penasaran setengah-mati.

Dalam diam mata kita bertemu.
Kau berusaha membaca benakku.
Silakan, aku sudah tak peduli.
Tak ada yang perlu kusembunyikan lagi.

Mungkin kau bertanya-tanya:
“Kenapa?”
Ya, tidak semua karena kamu,
tidak seperti tuduhanmu yang selalu terburu-buru.

Jujur saja, aku sudah lelah.
Tidak sadar juga kalau selama ini kamulah masalah?
Selalu marah-marah.
Enggan mengalah.

Akan tiba saatnya,
dimana kamu akan kehabisan kata-kata.
Satu-persatu akan pergi,
meninggalkanmu seorang diri.

Percayalah, ini bukan karena benci.
Kamu bahkan tidak tahu cara menyayangi diri sendiri.

R.

(Jakarta, 17 Februari 2015)

Senin, 16 Februari 2015

"SANG PENDENGKI"

Selamat menghilang dari peredaran,
wahai sang pendengki
Tak ada lagi yang perlu dijelaskan
Biarlah hatimu sendiri yang teracuni benci

Selamat tinggal, wahai diva jadi-jadian
Jangan kira kami akan bersedih
Sepertinya kau sudah lelah dengan semua tuduhan dan cacian
Selamat menyendiri dengan rasa pedih

Kami sama sekali tidak merasa kehilangan
Bukan salah kami kau sulit mencintai diri sendiri
Fitnahmu lebih kejam dari pembunuhan,
Namun kami sudah tidak peduli

Tak perlu berharap kami akan mengejarmu
Engkaulah yang memilih hengkang lebih dulu
Tingkahmu malah mengundang tawa
Betapa konyolnya sosokmu yang penuh drama!


R.

“JENIS-JENIS PENONTON FILM BIOSKOP YANG ‘AJAIB’ “

Nggak tahu apa ini hanya di Indonesia, tapi tiap ke bioskop – saya kerap menemukan beberapa jenis penonton di dalam studio. Mulai dari yang masih masuk kategori umum alias normal, hingga yang (sayangnya) ‘ajaib’. Kadang juga tergantung jumlah penonton, jenis film, hingga waktu tayangnya. Ada kalanya studio bisa (nyaris) sesunyi kuburan. (Ya, kecuali suara film.)
            Bagi penonton kategori umum atau normal, kondisi di atas paling ideal atau kondusif untuk menonton film di bioskop dengan tenang. (Ya, iyalah – nggak ada gangguan!) Lain cerita kalau studio film berubah ibarat sirkus, gara-gara model penonton-penonton ‘ajaib’ (bukan ‘ajib’) di bawah ini:

Geng rumpi:
            Pernah keganggu pas lagi nonton film di bioskop, gara-gara suara dialog pemain ‘tercampur’  oleh obrolan sekelompok manusia yang duduk dekat Anda – baik kenal atau pun tidak? Ya, mending obrolan mereka masih ‘nyambung’ dengan adegan di film. (Eh, nggak juga, ding!) Mungkin mereka terbiasa nonton film sembari menggosipkan mantan. (Entah mantannya siapa atau ‘mantan’ apaan, saya nggak peduli!) Apalagi kalau sudah sampai cekikikan a la ‘kunti’. Syukur-syukur nggak bikin penonton lain kabur...atau ngalahin ‘kunti’  di film horor yang lagi diputar. Repot ‘kan, kalau yang ‘asli’  tiba-tiba muncul dan ikutan duduk di samping Anda, karena merasa Anda ‘rekan sejawat’  mereka?
            Nggak ada yang salah sih, dengan kelakuan mereka – selama itu hanya terjadi di rumah saat slumber party atau semacamnya. Dijamin aman dari gerutuan, cacian, hingga timpukan dari penonton lain!

Komentator andal:
Mungkin orang ini terbiasa nonton bola di rumah sambil teriak-teriak, baik sendirian maupun sama orang lain. (Atau mungkin kerjaannya juga begitu.) Sayangnya, kadang dia terlalu ‘menjiwai’ – hingga sampai ‘terbawa’ saat nonton film di bioskop! Seperti komentator andal acara olah raga mengomentari para atlit berlaga di lapangan, orang ini akan dengan suka cita (dan semangat ’45!) mengomentari laku tiap pemain – kadang dengan kalimat-kalimat yang ‘rawan sensor’. Jika Anda pencinta ketenangan dan kebetulan duduk di samping mereka, Anda pasti ingin sekali mengabulkan keinginan mereka saat mendengar mereka berkomentar begini saat nonton film action:
“HAJAR!!”
Yuk, mari.

Narator dadakan:
            Kelihatan banget kalau dia pencinta film sejati. Mungkin film yang sama (yang dia suka) sudah dia tonton berkali-kali hingga seluruh plot dan alurnya dia hapal mati. Kalau pun belum pernah nonton film itu? Ah, gampang. Nggak masalah. Berkat pengalamannya nonton banyak film, paling tidak dia bisa mengira-ngira alur cerita hingga akhirnya. Perkara benar atau salah, urusan belakangan. Palingan hanya meleset sedikit.
            Narator andal biasanya juga senang ‘berbagi pengetahuan’ mereka dengan orang lain, terutama dengan teman mereka yang rajin bertanya-tanya di tengah-tengah pemutaran film. Sayangnya, mereka tak peduli bahwa penonton lain butuh ketenangan, bukan ‘bocoran’.
            Anda tipe penonton ini? Saran saya nggak banyak, hanya tiga:
-       Ingat-ingat lagi pepatah ‘diam itu emas’ – dan praktekkan saat nonton film di bioskop. Nggak susah, kok. Jangan bikin penonton lain merasa sudah buang-buang uang dan waktu berharga mereka, hanya gara-gara film belum kelar – ‘narasi tambahan’ Anda yang tidak pernah mereka minta sudah mendahului. Kasihan, ‘kan?
-       Jangan ajak teman / kencan Anda yang hobinya selalu bertanya di tengah-tengah pemutaran film, seperti: “Itu siapa?” , “Ini kenapa?” , “Abis ini apa?” , hingga “Kok gitu??”  Bantulah mereka dengan membiarkan mereka belajar sabar dan mulai melatih nalar sendiri. Janganlah sedikit-sedikit Anda ‘suapi’. Kalau nggak, mau jadi apa generasi bangsa ini? ‘Kan biar sama-sama cerdas! (Ngerti ‘kan, maksud saya?)

Kalau mereka sulit diam? Berilah mulut mereka ‘kegiatan’ lain, seperti mengunyah pop corn atau cemilan lainnya. Kalau masih berisik juga? Pastikan saat itu adalah terakhir kalinya Anda mengajak mereka nonton film di bioskop.

-       Anda merasa itu hak asasi Anda? Silakan nonton film lewat DVD di rumah Anda sendiri saja. Mungkin Anda tidak peduli dan tidak menganggap kehadiran dan hak orang lain di bioskop penting. Tapi percayalah, banyak yang cukup peduli untuk ‘menendang’ Anda keluar dari studio. Bukannya mau kasar, tapi itulah kenyataannya.
Pencinta smartphone/gadget:
      “Phone boleh smart, cuman yang make...” (Isi sendiri, deh.) Suka pakai HP dan sejenisnya di bioskop? Paling hanya mata Anda yang terancam rusak dalam jangka panjang, gara-gara pendaran cahaya dari layar HP Anda dalam ruangan gelap. Kalau siap dengan resikonya, terserah Anda. Namun harap diingat, banyak yang masih sayang dengan mata mereka – namun sialnya kebagian duduk pas di samping Anda. Mau nyuruh mereka pindah? Enak saja! Emangnya bioskop ini punya Anda? Lebih gampang dan masuk akal bila Anda sudi mematikan HP Anda dulu. Toh, HP Anda juga tidak akan kemana-mana. Anda juga tidak akan lantas jatuh sakit atau mati bila harus berpisah dari HP Anda barang sejam-dua jam saja.
Nekat menelepon atau menerima telepon di tengah-tengah pemutaran film? Selamat cari mati.
Anak kecil bertubuh dewasa:
            Pernah merasa ada yang menendang-nendang kursi Anda dari belakang? Pernah merasakan tapak sepatu di belakang Anda? Kemungkinan besar itu ulah anak kecil bertubuh dewasa, yang tidak peduli Anda merasa terganggu. Syukur-syukur mereka masih menurut saat ditegur. Kalau berbalik marah dan mengancam akan menyakiti Anda? Di sinilah salah satu fungsi utama satpam gedung, terutama bila Anda takut menghadapi mereka seorang diri.
            Enggan (dianggap) cari ribut? Ya, sudah. Diam saja kalau begitu. Nggak usah ngomel. Bukankah diam saja (dalam hal ini) artinya SETUJU? Anda mau diperlakukan seperti itu?

Orang pacaran:
            Aduh, apa masih perlu komentar untuk yang satu ini? (Percayalah, ini bukan karena saya masih lajang. Saya juga enggan iri dengan ‘rezeki’ orang!) Masih banyak TEMPAT-TEMPAT LAIN – dan Anda malah memilih studio di BIOSKOP?! Kenapa nggak sekalian casting buat main film saja sekalian, biar puas dan ditonton banyak orang – jika memang itu yang Anda (dan pasangan Anda, mungkin) inginkan? Percayalah, tidak semua orang di studio ingin menonton ‘adegan ekstra’ buatan Anda dan pasangan Anda. (Apalagi anak-anak!) ‘Kan mereka membayar untuk menonton film!

Keluarga ‘bahagia’:
            Apakah saya menentang orang tua membawa anak-anak mereka – terutama yang masih kecil-kecil – nonton film di bioskop? Tidak. Apalagi kalau filmnya memang untuk semua umur. (Kalau belum yakin, silakan baca review di internet atau tanya-tanya sama yang sudah nonton film tersebut mengenai kemungkinan cocok-tidaknya konten film untuk anak Anda!)
            Yang jadi problem adalah saat orang tua malah mengajak anak-anak mereka – terutama yang masih di bawah 17 atau yang kecil sekali – nonton film dewasa. Mungkin Anda beralasan ingin refreshing dengan pasangan, namun si kecil merengek ingin ikut. Mungkin tidak ada yang bisa diminta jadi babysitter di rumah, meski sementara saja. Mungkin Anda berharap si kecil akan bosan dan jatuh tertidur dengan sendirinya. Mungkin si kecil akan lupa karena belum tertarik (tampaknya).
            Dan ‘mungkin-mungkin’ lainnya...
            Yang terjadi? Banyak! Mulai dari si kecil yang tidak bisa diam, mengoceh dan menjerit tanpa henti, dan / atau berlarian kesana-kemari. (Yakin Anda masih bisa duduk tenang dan nonton kalau sudah begini?) Belum lagi kalau tiba-tiba si kecil menjerit dan menangis, entah karena bosan, lelah, tidak nyaman, kedinginan, hingga...ketakutan melihat sosok mengerikan di film horor yang sedang Anda tonton! (Mau menyalahkan mereka? Anda pasti sudah gila dan lupa berkaca!)
            Solusi tercerdas? Cukup bawa anak Anda keluar dan jangan pernah kembali lagi, kecuali bila Anda menonton seorang diri atau anak Anda sudah cukup besar untuk mengerti tata-cara menonton film di bioskop yang baik dan benar!

Feodalis anti kritik:
Biasanya mereka termasuk satu atau lebih dari kategori yang sudah disebutkan di atas, tapi ogah merasa salah atau tidak peduli sudah mengganggu orang lain. Iklan layanan masyarakat tentang tata-cara menonton film di bioskop yang baik dan benar yang diputar sebelum film mulai mungkin hanya dianggap ‘angin lalu’ – atau sekedar lucu-lucuan.
Mungkin Anda tengah meradang saat membaca tulisan ini. Kenapa? Merasa tersinggung? Merasa diserang?

“Suka-suka, dong! ‘Kan sama-sama bayar.” Memang, tapi nggak lantas semua juga berbuat ‘suka-suka’ seperti Anda, ‘kan? Lagipula kalau mau bicara hak asasi, mereka juga punya. Jangan lupa, mereka juga berhak menonton film di bioskop dengan tenang! Masih mau ngotot juga?
Bagaimana? Anda termasuk jenis penonton yang mana? Yang terpenting: Anda mau jadi penonton macam apa?


R.

Kamis, 12 Februari 2015

"DRAMA A LA SOCIAL MEDIA"

Banyak drama di social media. Kadang terlalu banyak untuk diceritakan semua. Entah darimana awal hingga entah kenapa harus berakhir sedemikian rupa. Kadang malah suka ada lanjutannya, ibarat soap opera Amerika, telenovela di Amerika Latin sana, drama Korea, hingga sinetron Indonesia. (Eh, sama saja, ya?)
Baca lebih lanjut di: http://socmedstory.us/post/110811700616/drama-a-la-social-media , lalu pilihlah bila Anda suka. Terima kasih atas partisipasinya!
R.

Rabu, 11 Februari 2015

"YANG HILANG..."

Kau mencari yang hilang
Matamu kadang tampak nyalang
Apa yang kau lihat?
Aku sendiri lebih banyak diam,
enggan memulai debat.

Apa yang ingin kau temukan?
Masa lalu tak mungkin sejajar dengan masa sekarang.
Kita semua telah berubah.
Sudahlah!
Tak usah mencari-cari siapa atau apa yang salah.

Ah, tidakkah kau lelah?
Mengapa harus merasa kalah?
Semuanya berbeda.
Suka tidak suka,
inilah realita yang harus kau terima.

Tak banyak lagi yang bisa atau ingin kuceritakan.
Kepingan masa lalu biarlah tinggal kenangan.
Pelajaran terpahitku saat itu:
Tak semua tentangku kamu harus tahu.
Tak perlu kau selalu mencecar hingga mencercaku.

Jangan bersedih,
meski diamku mungkin buatmu pedih.
Aku takkan menganggapmu musuh,
selama kau tidak usil dan rusuh.
Dunia sudah cukup keruh.

Masih sahabat?
Maaf, saat-saat itu sudah lewat.
Kita tak bisa lagi terlalu dekat.
Perbedaan kita terlalu pekat.
Biarlah sedikit jarak membuat kita lebih sehat.

Mungkin akan ada masa itu lagi
dimana semuanya bisa kembali.
Mungkin juga tidak dan kita akan baik-baik saja.
Saatnya dewasa.
Tak perlulah menganggap ini semua akhir dunia.

R.


(Jakarta, 10 Februari 2015)

Jumat, 06 Februari 2015

E. Java Lawmakers Want to Ban Girls From Graduating School if Not Virgins

E. Java Lawmakers Want to Ban Girls From Graduating School if Not Virgins



STUPID. IDIOTIC. SEXIST PIGS. HELP THIS COUNTRY FROM THESE HYPOCRITICAL MONSTERS, PLEASE!!!

"RUANG BENAK RUBY...LAGI..."

Apa jadinya bila sosok gempal nan kriwil berzodiak Scorpio, temperamental, pecandu huruf (yang dalam bahasa Latin-nya disebut ‘logophile’), tomboy, pencinta dunia fiksi (baik cerpen, novel, film, hingga pagelaran teater), musikal (terutama juga karena doyan nyanyi), nyentrik (setidaknya menurut beberapa insan yang mengaku mengenalnya), dan puitis – rajin menulis?

            (Banyak banget, yah? Hehe.)

            Beneran mau tahu? Selamat membaca!

            R.


            (Jakarta, 5 Februari 2015)