Senin, 29 Desember 2014

"DIA"

Dia merindukan masa kecilnya denganmu,
saat semua terasa begitu mudah.
Tak ada seteru.
Tak ada istilah menang-kalah.

Dia remaja pemberontak di matamu,
selalu sulit dipahami dan keras kepala.
Sadarkah dia cerminan dirimu di masa lalu?
Dia sedang meniti jalan hidupnya.

Kini, dia sosok dewasa nan sendu,
terlalu sedih dan lelah.
Kapan kalian akan berhenti berseteru
serta menjadi jiwa-jiwa asing yang resah?

Jangan sampai akhirnya kalian saling kehilangan.
tanpa berusaha mengerti maupun (kembali) menumbuhkan rasa sayang.
Ayah, anakmu sudah bisa memutuskan jalan hidupnya.
Relakan dia...

R.

(Jakarta, 27 Desember 2014)

Minggu, 21 Desember 2014

Jumat, 19 Desember 2014

"KAMU"

Banyak yang bilang, hidup ini selalu penuh dengan kompetisi. Suka nggak suka kamu tetap harus terima dan hadapi.
            Contohnya, dari kecil kamu sudah harus bersaing dengan saudara-saudaramu sendiri. (Yah, kecuali kalo kamu ternyata anak tunggal.) Siapa yang paling disayangi Papa dan Mama? Mungkin orang tuamu akan menyangkal habis-habisan:
            “Nggak, Papa dan Mama sayang kalian semua.” Mungkin benar, tapi pada kenyataannya – perhatian yang didapat tiap anak nggak selalu sama, kan? Hayo, ngaku aja, deh! Apalagi kalo salah satu ada yang BEGITU EGOIS hingga menyita perhatian semua orang, hingga yang lain harus tersingkir dan terpaksa mengalah.
            Ah, sudahlah. Nggak usah getir gitu. Cengeng amat, sih? Kan nggak semuanya harus selalu sama. Percaya deh, pasti ada alasan di balik itu, meski saat ini kamu belum paham atau bisa terima.
            Lalu, sekolah dan kuliah. Ah, selamat datang di sistem pendidikan berstandar. Ada kalanya, nilai 100 bukan pertanda dia pintar. Memang, ini dunia nyata. Jangan harap semua bermain sesuai aturan. Semua atas nama pencitraan, biar dianggap cerdas. Tak semua karena rasa malas. Ada yang frustrasi – bahkan hingga nyaris bunuh diri – karena bakat unik mereka tak terlihat, boro-boro mau diakui. Niat pendidik yang tak kalah lelah untuk memotivasi malah seperti penghakiman harga mati:
            “Kamu kenapa nggak bisa kayak dia, sih?”
            Ah, lagi-lagi. Bahkan dalam pergaulan sosial pun begitu. Ada yang percaya, populer berarti banyak teman. Ada yang percaya, kamu baru dianggap cantik / keren kalau sudah sekurus lidi, pake merk ternama, dandan seperti boneka porselen, hingga punya pacar ganteng – bahkan kalo bisa, BANYAK! Kalau tidak, lupakan saja.
            Maka itu, habislah uang jajanmu – bahkan untuk sesuatu yang tidak begitu perlu. Kamu panik setengah-mampus saat ukuran pinggangmu melenceng dari 27 ke 28, atau 29 ke 30, 31 ke 32, dan seterusnya. Waduh, gimana kalo si yayang sang pangeran tampan berpaling ke putri lain?
            Dunia kerja juga sama saja. Kadang niat baik saja tidak cukup. Masih saja ada yang berusaha keras menjegalmu, bahkan saat kamu sudah berbaik-baik dengan sesama dan berusaha tidak ikut campur urusan orang lain. Ah, itu biasa. Begitulah kalo hidup dikelilingi sosok-sosok gila drama. Tragedi seakan tiada habisnya.
            Capek? Apa iya, hidup harus selalu sesulit ini?
            Ah, nggak juga. Sebenarnya banyak yang bisa dipilah, kalo mata batinmu jeli terbuka.
            Boleh jadi Papa dan Mama sudah percaya dengan kemandirianmu, jadi kamulah yang lebih banyak dilepas sendiri. Dengan kata lain, kamulah yang sebenarnya sang pemenang. Lalu, ada kabar baik untukmu. Meski masih banyak ortu yang berharap anaknya jadi pengacara, dokter, atau ekonom...percayalah, dunia ini juga butuh guru, penulis, dan artis.
            Kamu dianggap payah karena nggak bisa kayak si A atau B? Terus kenapa? Kamu ya, kamu. Hanya ada satu kamu di dunia ini. Memangnya mereka bisa apa? Marah-marah karena nggak bisa terima kamu apa adanya? Ya, sudah.
            Teman banyak mudah dicari, tapi mana yang benar-benar sejati? Ada kalanya kamulah yang harus jadi sahabat terbaik bagi diri sendiri. Cowok ganteng itu keberatan dengan ekstra lemak di tubuhmu? Ya, tinggal olah raga, terus cari cowok lain yang lebih baik. Gampang, kan?
            Singkat cerita, hidup ini memang akan selalu penuh dengan kompetisi. Namun, percaya atau tidak, saingan terberatmu akan selalu berupa egomu sendiri.
            Kamu juga bisa selalu memilih. Mau terus berkompetisi, atau sesekali beristirahat dan mengalah. Toh, nggak selalu menang nggak berarti mati atau kehilangan harga diri...
            R.

            (Jakarta, 18 Desember 2014 – hasil dari Couchsurfing Writers’ Club Meeting di Anomali Cafe, Setiabudi One, pukul 20:00 – 23:00)

Minggu, 14 Desember 2014

4/11/2014 - 33

Hari itu ingin kuucapkan pada diri:
“Selamat datang di usia 33.”
Tak perlu muram atau bersedih hati.
Semua manusia pasti bertambah usia.

Dewasa...atau hanya tua?
Semua tergantung pilihan pribadi.
Ada yang masih merasa harus meraih segala.
Semoga tak lupa bersyukur pada pemberian Ilahi.

Biarkan mulut nyinyir bernyanyi:
“Belum dapat suami juga?”
Hidup lebih dari sekedar mencari tambatan hati.
Berbahagialah, selama masih berkarya dan berguna bagi sesama.

R.

(Jakarta, 13 Desember 2014)