Minggu, 27 November 2016

"KATA SIAPA NETRAL SELALU AMAN?"

"Gue nggak mau ikutan. Netral aja, deh."
Sering banget dengar komentar seperti itu? Jangan-jangan Anda sendiri juga suka ngomong begitu.
Sebenarnya, salah nggak sih, kalo seseorang pengennya netral atau nggak mau memihak dua atau lebih kubu yang tengah bertikai? Misalnya: dua sahabat Anda bertengkar dan - alih-alih diminta mendamaikan - Anda malah diharapkan untuk memihak salah satu? Apalagi bila kebetulan, identitas Anda berkaitan erat dengan identitas salah satu pihak. (Satu sekolah, satu perkumpulan, atau...seagama, mungkin?)
Banyak yang memilih untuk bersikap netral dengan alasan untuk mencari aman. Tapi, kata siapa netral selalu aman? Pasti masih ada yang akan mengusik Anda perihal pilihan sikap ini.
Anda hanya ingin damai. Bagi mereka, Anda pengecut dan munafik. Akhir-akhir ini memang lebih gampang dan cepat untuk saling menuding.
"Ah, elo pasti mihak mereka deh, makanya diem aja."
Anda mungkin juga tidak peduli. Anda hanya ingin mengurus diri sendiri. Mereka mungkin hanya akan menganggap Anda egois. Padahal, sebenarnya diam bukan selalu berarti Anda tidak peduli.
Anda hanya ingin berusaha tetap rasional. Anda menganalisa masalah dari berbagai sisi, sesuatu yang mungkin sudah jarang sekali dilakukan banyak orang akhir-akhir ini. Apalagi bila mereka terlalu emosional, sehingga sulit untuk berpikir jernih.
Apa yang kesannya sederhana, sebenarnya bisa lebih rumit. Begitu pula sebaliknya.
Anda mungkin lebih memilih fokus untuk mencari solusi, ketimbang hanya memaki atau menuding sana-sini. Sudah terlalu banyak yang meramaikan perang opini. Apa gunanya Anda ikut (terlihat) melibatkan diri? Dunia akan semakin riuh sekali.
Ya, jika tidak bisa mengatakan hal yang baik, lebih baik berdiam diri. Anda bukan pengecut atau munafik, hanya enggan diperbudak oleh emosi. Wajar bila ada yang membuat Anda merasakan sakit hati. Namun, apa iya Anda harus selalu keras bereaksi?
R.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar