Dia
masih terlelap dengan mata terbuka,
lagi-lagi
masih dengan alasan serupa.
Dari
lelah hingga muak luar biasa.
Dia
enggan terus mengalaminya.
Dia
masih terlelap dengan mata terbuka.
Sial,
mengapa harus begini adanya?
Tak
ingin lagi kelam bersemayam di benaknya,
bagai
langit malam di luar sana.
“Tidurlah!
Kau sudah jauh lebih dari sekedar
lelah.”
“Aku harus berusaha,”
katanya,
pasrah jua.
“Tak hanya dengan doa-doa.
Ini harus jadi akhir keberadaannya
di ruang jiwa.
Tolong, Tuhan – bantu aku berhenti
merindukannya!”
R.
(Jakarta,
28 Februari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar