Senin, 06 Juni 2016

“’PROGRAM DIET’ DAN PUASA SI GEMPAL”

Entah kenapa, masih saja ada yang menyamakan puasa dengan...program diet. Mungkin gara-gara waktu sarapan jadi bergeser lebih dini (alias mulai pukul tiga atau empat pagi hingga sebelum masuk waktu Subuh, atau disebut juga dengan ‘sahur’.) Lalu, tidak ada makan siang. (Ya, iyalah. Namanya juga orang berpuasa.)

            Waktu berbuka puasa jatuh saat azan Magrib (yang biasanya sekitar pukul enam sorean.) Biasanya, setelah ibadah shalat Magrib, barulah ada waktu makan malam.

            Terserah sih, kalau ada yang ingin menganggap waktu berpuasa sama saja dengan berdiet. Yang mengganggu paling saat mereka lantas melontarkan komentar asal (mungkin maksudnya lagi-lagi ‘hanya bercanda’) kepada sosok-sosok gempal yang mereka kenal yang kebetulan juga menjalani ibadah puasa:

            “Wah, kamu bisa sekalian diet, dong!”

            Sebentar. Apa? Diet?? Tidak hanya itu, komentar ‘asal’ berikutnya saat si gempal makan sahur dan berbuka puasa – terutama saat acara berbuka puasa bersama keluarga atau teman:

            “Udah, jangan banyak-banyak. Ntar percuma udah puasa, nggak kurus-kurus juga.”

            Sampai sini, masih belum selesai juga. Saat ketemu di acara halal bi halal keluarga untuk merayakan Lebaran, masih keluar juga pertanyaan (atau lebih tepatnya, komentar) semacam ini:

            “Hei, gimana puasanya? Udah turun berapa kilo?”

            “Masih/tambah gemuk aja. Kemaren gimana puasanya? Lancar, gak? Kok nggak turun juga beratnya?”

            Ya, sampai di sini, saya mau menarik napas panjang dulu sambil berzikir...biar tidak meledak membayangkannya. Bisa berkurang pahala puasa saya kalau sampai marah. Lagipula, percuma juga kalau pakai acara keki. Mending saya jelaskan pelan-pelan dan baik-baik di sini.

            Buat yang masih suka asal komentar seperti contoh-contoh di atas, saatnya ganti cara untuk mengakrabkan diri dengan teman/saudara yang kebetulan punya ekstra lemak di badan. Mengapa demikian? Tiga (3) alasan di bawah ini mungkin cukup masuk akal di benak Anda:
  1. Sudah banyak sekali yang bilang bukan, bahwa puasa bukan hanya perkara menahan lapar dan haus? Lisan juga termasuk, lho. Komentar asal berpotensi mengganggu konsentrasi mereka yang niatnya memang hanya untuk beribadah – bukan sekedar menurunkan berat badan seperti perkiraan Anda. Daripada hanya bisa menyuruh mereka berdiet agar mengurangi kelebihan lemak, bagaimana bila Anda sendiri juga ‘diet bicara’, alias berkomentar seperlunya untuk mengurangi ucapan yang tidak penting serta kemungkinan bikin kesal orang lain?
  2.  Ada beda antara mengingatkan dengan mencela. Daripada menyinggung-nyinggung soal berat badan mereka, mendingan cukup mengingatkan dengan ucapan seperti ini: “Jangan keasyikan makan, nanti waktu shalat kelewatan” atau “Jangan sampai kebanyakan makan, nanti pas sujudnya nggak enak.”
  3.  Tidak hanya pertanyaan kapan kawin hingga kapan punya anak atau kapan menambah anak lagi, komentar “Kok nggak kurus-kurus juga?” atau pertanyaan “Sudah turun berapa kilo selama puasa?” juga sama mengganggunya. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, nilai ibadah ‘kan, tidak dilihat dari berapa kilogram yang sukses Anda singkirkan dari tubuh. Lagipula, untuk apa mereka harus laporan sama Anda segala? Kecuali kebetulan Anda juga berprofesi sebagai ahli nutrisi yang sedang mereka bayar untuk konsultasi.


Coba deh, mulai puasa tahun ini, komentar-komentar asal semacam itu dikurangi. Ada kalanya diam memang jauh lebih baik daripada membuka mulut namun akhirnya malah bikin keki.

R.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar