Senin, 26 Mei 2014

"ANTARA 'GREMLINS' DAN POLITISI"

Pagi-pagi di hari Minggu, saya menemukan foto lucu di internet. Seorang mem-posting-nya di media sosial, hingga akhirnya saya latah ikutan share. Fotonya seperti ini:
Gremlins
Hehe, saya termasuk penggemar film "Gremlins" (meski sekuelnya tidak begitu saya suka.) Sempat punya pikiran dodol mau memelihara Mogwai - binatang fiktif yang berbulu halus, mungil, dan imut-imut dalam film itu - andai saja beneran ada di dunia nyata. Habis lucu, sih!
Bagaimana ceritanya si Mogwai lucu (yang diberi nama 'Gizmo' oleh Bryan, remaja yang sempat memeliharanya) berubah menjadi jelek dan beringas? Spoiler buat yang belum nonton: kalau mau memperbanyak Mogwai, cukup siram dengan air. Cuma nggak dijamin, semuanya bakalan semanis si Gizmo. Pasti ada yang badung, jahil, atau terus merengek minta makan. Nah, bahayanya baru terjadi saat mereka diberi makan selepas tengah malam. Setelah itu? Selamat menanggung resikonya. Syukur-syukur Anda selamat dan tidak sampai menumbalkan orang lain. (Nah, kalau itu makin menyusahkan namanya!)
Lantas apa hubungannya dengan politisi?
Ah, sudahlah. Masa tidak tahu? Sebenarnya tak hanya politisi, tapi juga manusia pada umumnya. Saya sempat nyengir miris saat membaca beragam komentar terkait foto di atas. Ada juga yang terang-terangan mengaku (entah serius atau cuma bercanda) :
"Seperti kekasih saya...sebelum dan sesudah pernikahan."
Waduh, sampai segitunya...
Sebenarnya filosofi di balik cerita film itu (setidaknya menurut saya, nih), sederhana: yang tampak lucu seringkali menipu. Air bersifat menumbuhkan / memperbanyak. Perkara makan (lagi?) setelah tengah malam? Bukankah semua yang berlebihan (misalnya sifat 'rakus' ) itu tidak baik? (Makanya, Mogwai yang tadinya lucu berubah jadi beringas.)
Yah, tak usah terlalu menanggapi tulisan ini dengan serius. Namanya juga pikiran dodol di hari Minggu. Cuma, kalau sampai ada politisi - atau siapa pun - yang merasa tersindir atau tersinggung karena foto maupun tulisan ini, kemungkinannya ada dua:
1.Mereka tak punya selera humor yang sama.
2.Mereka merasa disadarkan dan segera bercermin, namun tidak percaya - atau tidak suka - dengan yang mereka lihat. Sayangnya, tidak banyak yang berbesar hati maupun segera berbenah diri.
Tapi tenang saja, saya tidak menuduh semua politisi. Kalau memang kebetulan memang ada yang benar seperti itu, tak perlulah sensi dan sakit hati. Cukup tahu diri...
R.
(Jakarta,25 Mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar