Senin, 20 Oktober 2014

"TRAGEDI BONEKA..."

Aku hanya ingin meminjam bonekanya sebentar. Seharusnya Dina nggak boleh pelit. Ibu hanya bisa ngasih satu, itu pun hasil dari berburu di Bantar Gebang – sembari mengumpulkan plastik untuk daur ulang. Boneka itu lalu dicuci di sungai sebelum diberikan pada kami.

Namun, Dina egois. Dia sama sekali nggak mau aku menyentuh boneka itu. Malam itu, Ibu lagi menerima tamu-tamu langganannya di rumah Mamah Eka. Aku dan Dina ditinggal berdua di rumah.

“Sini! Itu punyaku.” Kali ini, entah kenapa, aku bosan mengalah. Setelah tarik-tarikan boneka, dengan marah kudorong Dina hingga jatuh keluar jendela...dan kecebur sungai. Arusnya lagi deras.


Dina nggak bisa berenang...


9 komentar:

  1. Balasan
    1. Jangan pernah meremehkan orang yang biasanya diam saat di-bully atau terus dipaksa mengalah. :) Biasanya mereka menyimpan bom waktu yang bisa sewaktu-waktu meledak.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Jangan pernah meremehkan orang yang biasanya diam saat di-bully atau terus dipaksa mengalah. :) Biasanya mereka menyimpan bom waktu yang bisa sewaktu-waktu meledak.

      Hapus
  3. btw, ibunya kerja apa sih? kok memulung iya, 'terima tamu langganan' juga iya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serabutan...apa pun untuk bisa menghidupi keluarganya...:)

      Hapus
  4. Ada kata-kata tak baku di beberapa kalimat ... ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berdasarkan pertimbangan profil psikologis, kelas sosial, dan demografi (anak yang terhimpit kondisi ekonomi keluarganya - dan mungkin tidak sekolah serta menyadari betapa keras hidupnya. Kalo mau sesuatu harus berjuang lebih keras dari teman-teman sebaya, bahkan kalo perlu sampai harus rebutan boneka sama kakaknya sendiri.)

      Jahat? Mungkin dia tidak sengaja. Hanya marah.

      Hapus
  5. Ada kata-kata tak baku di beberapa kalimat ... ;)

    BalasHapus