Saya
ingin memulai tulisan ini dengan berterima kasih pada seorang kawan lama.
Berawal dari percakapan singkat kami di salah satu social media, dia berkomentar: “Sepertinya
akhir-akhir ini lo amat menikmati hidup lo. Lo kedengeran bahagia banget.”
Benarkah?
Darimana kawan saya tahu? Mungkin dari foto-foto saya yang di-tag teman-teman dan selalu ada
wajah-wajah baru di sana, yang mengesankan saya sedang senang-senangnya cari
kenalan baru. Mungkin juga dari suara saya di telepon.
Atau mungkin juga dari betapa makin
jarangnya saya curhat di social media berupa
status soal pribadi, apalagi yang negatif. Bagi saya, lama-lama rasanya seperti
buang-buang waktu dan tenaga. Untuk apa? Rasanya tidak perlu seluruh dunia tahu
tentang saya.
Merasa kesepian, namun sepertinya
para sahabat sedang sibuk semua dan tidak bisa diajak ketemuan? Berarti saatnya
cari kenalan baru. Kalau bingung, kita bisa mulai dari mendatangi dan nimbrung
di komunitas hobi atau berisi orang-orang yang seminat dengan Anda. Ingat,
banyak jalan menuju Roma (atau ke Negeri Cina, terserah pilihan Anda.)
Itulah yang sering saya lakukan
akhir-akhir ini: cari kenalan baru lewat
komunitas menulis di sela-sela jadwal kerja. Apakah lantas ada persahabatan
instan? Tidak juga. Semua perlu proses. Tidak bisa dipaksakan.
Saya juga tidak sedang berusaha
mengganti teman lama dengan yang baru. Jangan samakan mereka dengan baju. Setiap
orang berbeda.
Yang pasti, dulu saya tidak seperti
ini. Dulu saya tidak begitu percaya diri. Baru-baru ini saja saya sudah mulai
sedikit lebih terbuka, meski tidak lantas langsung cerita semuanya. Seperti
biasa, saya belajar dari pengalaman. Tak seharusnya masa lalu dijadikan alasan
untuk takut maju.
Kita tak pernah tahu kemana hidup
akan membawa kita. Maka itu, tidak ada cara menjalani hidup selain melangkah
maju, kalau perlu tanpa terlalu sering menengok ke belakang. Ya, salah satunya
dengan cari kenalan baru.
R.
(Jakarta, 22 Mei 2015 – 19:05)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar