Sabtu, 16 Mei 2015

"BEBAS?"

Aku ingin bebas. Kamu juga? Ya, semua orang sama.
            Ya, setidaknya itu yang kita rasakan dari kecil. Bebas dari semua aturan yang membelenggu. Suka-suka. Kalau perlu, kita bebas bermain sepuasnya. Sampai lelah dan enggan bermain lagi kalau perlu.
            Kita ingin bebas. Kita berhak untuk bebas. Ya, kita seperti itu saat remaja. Bebas berkarya, berpendapat yang mulai tak sejalan dengan keinginan orang tua. Sayangnya, isi dompet kita juga masih dari mereka. Tinggallah ‘bebas’ sebagai keinginan tertunda. Tak ayal kita tak sabar ingin segera dewasa. Bebas berbuat sesukanya.
            Apakah kita telah bebas? Orang tua telah lama melepas kita. Isi dompet tak lagi dari mereka. Ya, kerja, kerja, dan kerja. Lagi-lagi bertemu aturan berbeda. Kamu suka? Ah, ya. Jawaban bisa apa saja. Suka tak suka, isi dompet masih dan sepertinya akan selalu berbicara. Jika cukup banyak, mungkin kebebasan dapat terbeli atau sekedar tersewa... meski belum tentu lama. Setelah itu? Saatnya kembali bekerja. Siapa tahu kita beruntung, berikutnya kita dapat kembali bebas... yang lagi-lagi terbeli dari hasil jerih-payah kita. Begitu dan begitu seterusnya. Belum lagi mereka yang sedang butuh bantuan kita untuk bebas. Bebas dari apa? Ya, dari apa saja – termasuk utang hingga sekedar perasaan tak berdaya.
            Social media telah diakui sebagai ‘surga’ – nya pencinta kebebasan. Bebas pamer kebanggaan, foto-foto dan video kesukaan, hingga berpendapat tentang apa saja. Suka-suka yang punya akun dan laman. Ada yang keberatan? Sah-sah saja. Toh, tidak semua bisa disenangkan. Siapa mereka yang berhak mengatur-atur kita? ‘Kan tinggal tidak usah membaca. Tidak semua perlu dilihat, dikomentari, apalagi hingga jadi beban pikiran.
            Bagaimana dengan dunia nyata? Sanggupkah kita sejujur di social media? Apakah semua pencitraan belaka? Belum lagi tuntutan hukum yang siap memancung kebebasan Anda yang – pada kenyataannya – kerap kebablasan.
            Bebas? Yakin kita benar-benar ‘bebas’? Ketahuan membunuh, kita bisa masuk penjara. (Ya, kecuali isi dompet yang lebih dari cukup untuk membeli kembali kebebasan kita.) Binatang membunuh sesama, spesies berbeda, atau manusia? Hanya insting belaka. Siapa yang mau memenjarakan mereka? Oh, ya. Manusia. Mereka berada di kebun binatang untuk dipamerkan ke seluruh dunia.
            Masih tidak percaya, kalau kebebasan itu ilusi belaka?

            R.

            (Jakarta, 14 Mei 2015 – 20:00 untuk The Couchsurfing Writers’ Club Gathering di Kopi Oey, Jalan Sabang. Topik: bebas / kebebasan.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar