Aku
ingin bebas. Kamu juga? Ya, semua orang sama.
Ya, setidaknya itu yang kita rasakan
dari kecil. Bebas dari semua aturan yang membelenggu. Suka-suka. Kalau perlu,
kita bebas bermain sepuasnya. Sampai lelah dan enggan bermain lagi kalau perlu.
Kita ingin bebas. Kita berhak untuk
bebas. Ya, kita seperti itu saat remaja. Bebas berkarya, berpendapat yang mulai
tak sejalan dengan keinginan orang tua. Sayangnya, isi dompet kita juga masih
dari mereka. Tinggallah ‘bebas’
sebagai keinginan tertunda. Tak ayal kita tak sabar ingin segera dewasa. Bebas
berbuat sesukanya.
Apakah kita telah bebas? Orang tua
telah lama melepas kita. Isi dompet tak lagi dari mereka. Ya, kerja, kerja, dan
kerja. Lagi-lagi bertemu aturan berbeda. Kamu suka? Ah, ya. Jawaban bisa apa
saja. Suka tak suka, isi dompet masih dan sepertinya akan selalu berbicara.
Jika cukup banyak, mungkin kebebasan dapat terbeli atau sekedar tersewa...
meski belum tentu lama. Setelah itu? Saatnya kembali bekerja. Siapa tahu kita beruntung,
berikutnya kita dapat kembali bebas... yang lagi-lagi terbeli dari hasil
jerih-payah kita. Begitu dan begitu seterusnya. Belum lagi mereka yang sedang
butuh bantuan kita untuk bebas. Bebas dari apa? Ya, dari apa saja – termasuk
utang hingga sekedar perasaan tak berdaya.
Social
media telah diakui sebagai ‘surga’ – nya
pencinta kebebasan. Bebas pamer kebanggaan, foto-foto dan video kesukaan,
hingga berpendapat tentang apa saja. Suka-suka yang punya akun dan laman. Ada
yang keberatan? Sah-sah saja. Toh, tidak semua bisa disenangkan. Siapa mereka
yang berhak mengatur-atur kita? ‘Kan tinggal tidak usah membaca. Tidak semua
perlu dilihat, dikomentari, apalagi hingga jadi beban pikiran.
Bagaimana dengan dunia nyata?
Sanggupkah kita sejujur di social media?
Apakah semua pencitraan belaka? Belum lagi tuntutan hukum yang siap memancung
kebebasan Anda yang – pada kenyataannya – kerap kebablasan.
Bebas? Yakin kita benar-benar ‘bebas’? Ketahuan membunuh, kita bisa
masuk penjara. (Ya, kecuali isi dompet yang lebih dari cukup untuk membeli
kembali kebebasan kita.) Binatang membunuh sesama, spesies berbeda, atau
manusia? Hanya insting belaka. Siapa yang mau memenjarakan mereka? Oh, ya.
Manusia. Mereka berada di kebun binatang untuk dipamerkan ke seluruh dunia.
Masih tidak percaya, kalau kebebasan
itu ilusi belaka?
R.
(Jakarta, 14 Mei 2015 – 20:00 untuk The
Couchsurfing Writers’ Club Gathering di Kopi Oey, Jalan Sabang. Topik: bebas /
kebebasan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar