Ada kisah dua teman lama yang sudah lama tidak saling bertukar kabar. Meski keduanya saling terhubung lewat jaringan media sosial, keduanya sering terlalu sibuk untuk sekedar mengecek laman masing-masing.
Hingga saat liburan mereka memutuskan untuk menyediakan waktu bertukar kabar lewat Skype.
A: "Liburan panjang ini kemana aja, lo? Gue sekarang lagi di ..... terus ke ..... " (Tidak penting nama lokasinya, pokoknya ceritanya si A lagi keliling, entah antar kota atau antar negara.)
B: "Ah, nggak kemana-mana. Di rumah aja."
A: "Serius lo?! Liburan panjang gini gak kemana-mana? Ah, nggak asyik!"
Si B tidak mengatakan apa-apa, meski A bisa melihat ekspresi wajah teman lamanya mendadak berubah muram. Tak lama, si B perlahan mundur...agar A bisa melihat kursi roda yang tengah digunakannya.
Andai saja si A sempat mengecek laman media sosial si B, mungkin dia akan tahu bahwa teman lamanya baru saja mengalami musibah kecelakaan lalu-lintas - hingga lumpuh dari pinggang ke bawah dan kini sedang menjalani fisioterapi. Mungkin A akan lebih menjaga lisannya...
Oke, mungkin kejadiannya tidak harus setragis itu. Cuma, sudah berapa kali sih, kita suka keceplosan - berkomentar sekenanya tanpa lihat-lihat situasi dan kondisi? Mungkin kita tidak bermaksud apa-apa. Mungkin kita 'hanya bercanda'.
Mungkin kita begitu senangnya bisa liburan (kemana-mana lagi), hingga tanpa sadar lidah kita ikut 'liburan'...dari menjaga lisan. Beruntunglah bila kita bisa banyak jalan-jalan kemana saja kita suka. Waktu, biaya, dan tenaga ada. Foto-foto hasil liburan tinggal dipajang di media sosial. Tak ada yang melarang. Yang sirik biarin saja, selama itu bukan niat kita yang sengaja ingin memancing pujian - atau sekedar pamer betapa menariknya hidup kita. Itu terserah kita. Berbahagialah.
Namun, harap ingat bahwa tidak semua seberuntung itu, entah dari segi ekonomi, kesehatan, hingga waktu luang. Bisa jadi ada yang sedang sakit, terikat kewajiban keluarga (mungkin merawat orang tua yang sudah lanjut usia dan tidak lagi bisa kemana-mana), hingga...harus bekerja. Bisa jadi mereka sedang tidak punya pilihan, sehingga ucapan kita yang niatnya 'hanya bercanda' itu malah memperburuk perasaan mereka. Apalagi sampai menyebut mereka payah dan enggan berpetualang. Tak perlu menunggu laporan tentang hidup mereka duluan. Cukup jaga ucapan.
Bagaimana bila mereka memang memilih untuk tidak kemana-mana selama liburan, apa pun alasannya? Bagaimana kalau mereka memang bahagia dengan pilihan mereka? Bukan urusan kita, 'kan? Mereka tidak butuh opini kita tentang bagaimana mereka harus menghabiskan waktu liburan mereka.
Bolehlah senang karena bisa liburan. Tak perlu jadi orang menyebalkan. Kita tak pernah tahu, sudah berapa kali ucapan kita yang lagi-lagi niatnya 'hanya bercanda' itu ternyata telah menyinggung perasaan mereka. Dan maaf, kadar emosi tiap manusia tidak sama. Menganggap mereka terlalu sensitif atas ucapan kita juga tidak akan membuat kita jadi orang yang lebih baik dari mereka.
Sekadar saran, daripada berkomentar yang tidak berguna, cobalah ajak mereka ikut liburan dengan kita - terutama bila kita merasa bahwa hidup kita jauh lebih baik daripada mereka. Traktir mereka kalau perlu. Bayarin, jangan bisanya cuma basa-basi. Hitung-hitung sekalian beramal, ketimbang lidah 'luwes' tapi bikin kesal...
R.
(Jakarta, 25 Desember 2015 - 15:45)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar