Rabu, 23 Desember 2015

#CSW-CLUB DIARIES: STEREOTYPING"

Takkan ada habisnya bila kita membahas 'stereotyping'. Mulai dari yang berkaitan dengan gender, pakaian khas seseorang, penampilan luar, gaya hidup, agama yang dianut, kelas sosial, level pendidikan, latar belakang keluarga dan lingkungan sosial, asal-usul, dan masih banyak lagi. Manusia selalu punya pendapat akan segala sesuatu, tak peduli selalu benar atau tidak. Bisa jadi daftarnya melebihi umur mereka sendiri.
Ada yang bilang, 'stereotyping' adalah bagian dari mekanisme rasa aman (dan mungkin juga nyaman) ciptaan pikiran manusia setelah meneliti beberapa contoh sosok sejenis dengan karakter serupa di luar sana. Bukankah kita selalu paling ahli dalam hal-hal yang kita (rasa) sudah ketahui? Misalnya pakem a la Hollywood, dimana cewek pirang dan seksi pasti bodoh dan cowok berkaca mata pasti kutu buku dan cupu dalam pergaulan sosial.
Ngomong-ngomong soal pergaulan sosial, dalam kelas sosial juga begitu. Si kaya pasti sombong dan selalu mudah mendapatkan segalanya, kadang tanpa perlu banyak usaha - tinggal menyodorkan uang. Si miskin pasti pemalas. Perkara agama apalagi, terutama setelah 9/11 dan penembakan di Australia dan Prancis. Banyak yang saling menuding, seperti orang beragama (apalagi yang termasuk taat) pasti kaku, konservatif, tidak toleran dengan perbedaan, serta tidak berpikiran terbuka. Sementara orang yang memilih menjadi agnostik atau atheis sekalian pasti bejad, kelakuannya minus semua, dan tidak punya moral yang lebih baik daripada mereka yang beragama.
Ada pengakuan seorang aktivis kesehatan yang pernah memegang posisi penting dalam pemerintahan. Pendekatannya dalam pencegahan penularan HIV/AIDS melalui akses kesehatan dan pembagian kontrasepsi gratis dianggap buang-buang waktu dan biaya saja, karena mereka masih beranggapan bahwa orang Indonesia semuanya baik-baik, beragama, dan tidak mungkin berbuat amoral.
Ya, ya, ya.
Apa pun latar penyebabnya, 'stereotyping' lebih banyak merugikan - baik bagi pelaku maupun target. Pelaku jadi enggan berpikir, enggan membuka hati, dan selalu merasa paling benar sendiri - karena merasa sudah mengetahui segalanya. Mereka jadi kehilangan kesempatan untuk mengenal orang-orang yang mungkin berbeda sekali dengan mereka, namun bukan berarti lebih buruk. Sekali lihat langsung mengecap: "Ah, pasti mereka semua sama saja!" Yang beda mereka anggap ancaman. Pola pikir mereka juga lebih mudah didikte oleh media yang bias. Korban cuci otak yang sempurna.
Untuk korban stereotipe? Mereka jadi sasaran penghakiman dan kebencian orang-orang yang tidak kenal mereka dan sebaliknya. Padahal, belum tentu juga mereka mengganggu siapa-siapa. Sama halnya dengan perempuan berbusana terbuka yang dianggap pelacur sehingga pantas dilecehkan - atau perempuan berjilbab yang disangka teroris atau pasti paling alim se-umat.
Ya, seperti inilah wajah dunia - terutama akhir-akhir ini...
R.
 
(Jakarta, 19/12/2015 – 8:15. Ditulis berdasarkan diskusi apik dalam pertemuan The Couchsurfing Writers’ Club pada tanggal 17 Desember 2015, pukul 20:00 di Black Canyon Coffee - Cikini. Tema: “Stereotyping”.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar