Dingin menyelimutiku hari ini, Ayah
dan bukan hanya karena ingatan tentangmu
Hari ini aku merasa payah dan lemah
Takutnya kau akan kecewa bila melihatku
Dingin masih mengusikku, Ayah
Kukira aku akan selalu kuat
Dia berhasil mencuri energiku hingga aku lelah
Mungkin kau akan ingin menghajarnya dengan sekali babat
Apakah aku telah gagal?
Salahkah bila aku merasa sial?
Untunglah, tak kubiarkan dia memperlakukanku sesukanya
Penolakanku membuatnya kecewa
Namun entah kenapa,
aku tetap tidak begitu murka
Marah, namun benci itu tak jua tercipta
bahkan saat dia lenyap tanpa ucapan selamat tinggal,
seakan aku hanya mainan belaka
seakan aku tak pernah berarti apa-apa
bahkan teman pun bukan
Apakah aku kecewa?
Ya
Namun aku juga lega
Mungkin memang lebih baik begini adanya,
daripada aku semakin terluka
Maafkan aku, Ayah
Semoga arwahmu tidak makin gelisah
Seharusnya aku tidak membuat susah
hanya gara-gara lelaki yang salah
Aku lebih beruntung darinya, Ayah
Dia tidak pernah tumbuh dengan sosok sepertimu
Dia bahkan berharap bisa menukar sang ibu
berharap tumbuh sebagai sosok berbeda
Entah kenapa, aku masih ingin memaafkannya, Ayah
Mohon jangan marah
meski jiwa ini masih lelah
dan benakku masih beku oleh amarah
Dingin masih merasukiku, Ayah
Mungkin kubiarkan saja dulu
Namun, apakah rasa takut ini salah
bila sosok berikutnya seperti itu?
Aku telah melepasnya
bagai kelelawar di angkasa
Biarlah gelap menaungi langit malam
selama hati ini tak selamanya kelam...
R.
(Jakarta, 19 Januari 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar