Bukan berita baru lagi kalau kota-kota besar seperti Jakarta semakin butuh "ruang hijau" seperti "taman kota" daripada gedung-gedung tinggi. Ngapain? Mall sudah bejibun (dan masih mau tambah lagikah?), tapi isinya sama semua. Nggak bosan? Mending semua orang pada suka belanja.
Sempat taman dipandang 'menakutkan' pada pemerintahan era lalu, bahkan di tengah kota paling padat pun. Apa pasal? Bukan, bukan selalu perkara mistis. Rupanya karena paranoia pihak penguasa. Sempat ada larangan untuk berkumpul di taman gara-gara khawatir akan tercipta pembicaraan yang 'bukan-bukan' (seperti rencana kudeta, misalnya.)
Karena khawatir tidak bisa mengawasi (baca: menguping) semua orang, maka diperbanyaklah mall agar semua orang dapat dikumpulkan di dalam ruangan dan termonitor lewat CCTV.
Setidaknya itu hanyalah salah satu teori (yang jujur cukup bikin bergidik, seperti perihal mistis.) Ada teori lain yang (lebih) diamini sejuta umat, terutama kalangan urban:
Taman (dianggap) tidak memberikan keuntungan ekonomis. (Bagi siapa? Pertanyaan bagus.) Perawatannya mahal dan harus terus-terusan. Menanam, menyiram rumput, tanaman, dan pepohonan yang ada, hingga menyingkirkan sampah yang dibuang sembarangan oleh mereka yang merasa masih 'manusia' , namun sayang kelakuannya lebih mirip kera / primata.
Sayangnya, mereka kerap lupa bahwa biaya kesehatan untuk penderita asma dan ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) akibat polusi yang kian menebal juga makin mahal. Perawatan kesehatan jiwa apalagi. Bukan cerita baru bahwa makin banyak yang stres dan rentan depresi akibat kurangnya mereka terekspos akan lahan hijau. Mau olah raga saja harus di dalam ruangan, berlari di atas treadmill ibarat tupai di atas roda mainan di dalam kandang mereka. Bukan oksigen yang didapat, melainkan freon AC dalam paru-paru mereka. Kasihan, ya?
Mentok-mentoknya paling kabur ke daerah lain yang lebih sepi dan hijau kala sempat. Atau pindah ke sana sekalian bila dirasa sudah siap.
"I don't miss this city at all," aku seorang teman lain yang dulu pernah cukup lama menetap di Jakarta sebelum pindah ke Bali. Ya, siapa juga sih, yang kangen dengan kemacetan tiap hari, dimana pemakai jalan sudah semakin buas - rebutan jalur dan saling cela atau saling jegal dengan ganas, seolah-olah mereka semua akan mati bila bersabar barang sedetik saja? "Mereka kira gedung-gedung ini bakalan bikin kota ini sekeren Gotham City di komik Batman, padahal asli hancur banget!"
"Kota ini butuh lebih banyak taman," seru teman yang lain lagi. "Taman tempat yang cocok untuk berkumpul dan mengasah kreativitas serta berbagi ide."
Semoga jumlah taman di kota Jakarta ini bisa bertambah. Percuma juga banyak gedung, bila akhirnya yang dihasilkan juga lagi-lagi hanya...SAMPAH!
R.
(Jakarta, 18/9/2015 – 13:10. Ditulis berdasarkan diskusi apik dalam pertemuan The Couchsurfing Writers’ Club pada tanggal 17 September 2015, pukul 20:00 di Taman Suropati - Menteng. Tema: “Taman / Park”.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar