Senin, 15 Juni 2015

"PELAJARAN TENTANG KEHILANGAN..."

Baru Kamis malam kemarin saya berbincang-bincang dengan salah satu rekan dalam Klub Menulis kami sebelum pertemuan klub dimulai. Berawal dari pembahasan tentang “persiapan” (topik diskusi dan tulisan kami malam itu), obrolan berlanjut ke menulis fiksi versus non-fiksi...hingga tentang persiapan itu sendiri.
            Lumrahnya manusia, kita lebih siap menerima sesuatu yang indah dan menyenangkan. Kita lebih sudi mendengar kabar baik. Kalau bisa, kabar buruk tidak usah ada saja sekalian. (Maunya!)
            Bagaimana dengan kehilangan, seperti harus melepaskan, merelakan, atau bahkan – yang paling kasar – membuang sesuatu?
            Semua orang pernah kehilangan, baik berupa barang atau seseorang. Uang, mainan, pekerjaan, teman, pasangan...sebut saja. Ada juga yang ekstrim, sampai mengalami krisis identitas gara-gara kehilangan jati diri. (Kalau bisa jangan sampai, ya!) Sebabnya beragam, mulai dari sekedar teledor, memang tak pedulian, hingga...ya, takdir. Orang paling hati-hati pun masih bisa tersandung. Orang paling baik dan sabar pun masih bisa khilaf. Ya, lagi-lagi namanya juga manusia biasa.
            Reaksi tiap orang dalam menghadapi kehilangan mereka beragam, tergantung tingkat keparahan masalah hingga keteguhan pribadi masing-masing. Ada yang tidak siap dan habis-habisan menolak kenyataan. Ada yang masih dalam tahap ‘berusaha rela’, meski sebenarnya belum ikhlas-ikhlas amat dan bahkan sedihnya bukan kepalang.
            Yang benar-benar – asli 100% - ikhlas? Semoga banyak juga. Bila Anda termasuk salah satunya, bersyukurlah. Berarti Anda masih ingat Tuhan dan dapat berbahagia meski telah kehilangan. Seperti biasa, manusia hanya bisa berusaha.
            Saya juga pernah kehilangan. Kalau ditanya mana yang paling berat, mungkin ini jawaban saya:
            Ditinggal mati sosok tersayang...
            Kehilangan uang memang menyebalkan. (Saya sudah pernah dua kali kecopetan!) Namun, selama masih hidup dan mampu bekerja (alias tidak sampai harus tergantung secara penuh pada belas-kasihan orang lain), insya Allah rezeki masih bisa dicari. Kehilangan teman? Memang tidak enak juga, sih. Tapi, memang ada hal-hal di luar kontrol kita, apa pun usaha kita dan apa pun penyebab renggangnya atau bahkan putusnya persahabatan. (Ini kata salah satu sahabat saya.) Kalau pacar atau sekedar cinta? Hmm, jangan-jangan mereka memang belum atau bahkan bukan jodoh Anda. Sedih memang, tapi bagaimana bila sebenarnya Tuhan telah menyelamatkan Anda? Perasaan tidak bisa dipaksa. Lagipula, hanya Dia yang Maha Tahu Segalanya.
            Memang, pada akhirnya kematian akan menghampiri kita semua. Yang terberat bukan hanya kesadaran bahwa kita takkan pernah bersama mereka lagi selama sisa hidup kita di dunia ini. Tawa, canda, amarah, dan bahkan air mata mereka – semua tinggal memori.
            Pasti banyak sekali yang belum sempat kita lakukan untuk mereka selama masih hidup. Apakah kita sudah cukup membahagiakan mereka? Apakah mereka sudah memaafkan semua kesalahan kita, baik yang disengaja maupun tidak?
            Semoga. Hanya itu yang menjadi harapan kita.
            Selalu ada pelajaran tentang kehilangan. Tak ada yang abadi. Hidup ini hanya ilusi. Semoga lain kali kita akan lebih berhati-hati dan kesalahan serupa tak lagi diulangi.
            Semoga kita semua masih diberi kekuatan untuk bersabar dan kemampuan untuk bersyukur atas semua hal yang masih kita miliki...saat ini. Besok-besok belum tentu ada lagi.

            R.

            (Jakarta, 12 Juni 2015 – 12:05)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar