Putus
cinta bikin sakit hati dan ingin marah? Wajar, apalagi mengingat mantan pernah
jadi sosok spesial di hati kita – dan putusnya pakai acara ‘drama’ pula. Kalau sudah begitu, galau ibarat penyakit yang harus segera
ditepis!
Sudah banyak artikel mengulas
tentang mengatasi putus cinta hingga move
on dari mantan. Kali ini kita akan membahas cara-cara menjadi mantan
elegan.
1.Tidak perlu mengumbar cerita.
Ya, ya, wajar bila sesekali masih
tergoda untuk ngomongin mantan. Bahkan, social
media ibarat fasilitas tambahan yang sepertinya semakin mendukung kita
untuk curhat sepuasnya kepada dunia tentang mantan.
Yang jadi masalah? Nggak hanya bikin
orang lain jadi bosan bin muak sama Anda, kredibilitas Anda sebagai manusia
berkualitas tinggi akan sangat diragukan – hanya gara-gara terlihat belum move on dan malah cenderung mengasihani
diri sendiri. Coba tebak, siapa yang rugi?
2.Curhat sama sahabat...meski jangan
keseringan juga!
Bukan apa-apa, tapi sahabat (yang ‘katanya’ setia) tetap manusia juga.
Mereka juga bisa capek dengan energi negatif yang kerap Anda bagi lewat
curhatan negatif tentang mantan.
Kalau sudah sering lihat mereka
memutar bola mata, menguap lebar-lebar, mendengus tanda tak suka, atau berusaha
keras mengalihkan perhatian Anda atau mendadak mengganti topik, berarti saatnya
Anda stop curhat melulu soal mantan. Memang kasar sih, tapi nggak ada gunanya
juga Anda menuduh mereka tidak solider/tidak setia kawan. Justru Anda malah
akan terlihat terlalu mementingkan kepuasan diri sendiri, alias maunya
diperhatikan terus! Ini bisa merusak pertemanan, karena...jujur aja deh, siapa
sih, yang tahan berlama-lama sama orang yang hobinya mengasihani diri sendiri
dan tidak bisa mencoba untuk berbahagia?
3.Kadang diam itu (masih) emas.
Bagaimana kalau mantan yang
menjelek-jelekkan Anda duluan di depan umum? Normalnya, kita semua pasti ingin
membalas.
Yakin ingin terjebak dalam drama
tidak penting? Apalagi bila sampai ribut-ribut di social media a la “Twit-war” dan
sejenisnya. Yang ada kalian berdua malah sama-sama kelihatan tidak dewasa /
kekanak-kanakan di mata dunia.
Nggak tahan difitnah mantan? Ajak si
mantan ngomong serius saat hanya berdua. Kalau si mantan masih ‘ngeyel’ juga, nggak usah takut. Dari
situ Anda bisa tahu, mana teman yang mudah terhasut dan mana teman yang
benar-benar kenal, percaya, dan sayang sama Anda.
4.Cukup dengan penjelasan singkat.
Semua orang sudah tahu Anda putus
dengan si dia? Oke. Kalau ada yang menawarkan ucapan belasungkawa (kayak
pemakaman saja!), cukup mengangguk singkat atau tersenyum sambil mengucapkan
terima kasih. Kalau ada yang tanya kenapa putus? Cukup geleng-geleng; tak perlu
menjelaskan lebih dari sekedar: “Yah,
emang nggak cocok aja.”
Kalau masih pada nanya-nanya juga –
lebih jauh alias kepo malah? Ya, nggak perlu jawab. Ngapain? Memangnya mereka
harus tahu semuanya, bahkan meski sahabat dekat? Anda berhak kok, punya
privasi.
5.Sibukkan diri.
Mau fokus sama karir? Bisa. Coba
juga bersosialisasi dengan banyak orang baru (terutama yang belum dikenal Anda
atau mantan sama sekali.) Coba hobi baru. Jalan-jalan atau traveling. Apa kek,
daripada terobsesi ngomongin mantan melulu.
6.Konsultasi ke terapis.
Masih doyan membahas mantan,
sampai-sampai semua teman Anda lama-lama tidak tahan? Ada kabar buruk: Anda
mungkin harus berkonsultasi ke terapis. Mungkin terdengar kejam, tapi bila Anda
masih belum juga bisa beranjak dari topik yang itu-itu juga (terutama dalam
hitungan bulan atau tahun!), kemungkinan besar ada masalah terpendam yang
tampaknya harus ditangani dengan bantuan ahli jiwa!
7.Bersyukurlah!
Mungkin saja Tuhan tengah bermaksud
baik dengan mengakhiri hubungan Anda dengan si dia. Mungkin memang sebaiknya
kalian tidak bersama. Terus kenapa? Anda masih hidup, ‘kan? Lalu, kata siapa
hanya mantan yang selalu punya andil dalam putusnya hubungan Anda? Kata siapa
Anda sempurna?
Andai Anda mau diam dan lebih banyak
menyimak, banyak yang masalahnya jauh lebih parah daripada Anda yang sekedar
putus dengan mantan. Mungkin baru ada yang di-PHK, ditinggal mati orang
tercinta, atau sakit berat. Nggak semuanya pada hobi curhat berlebihan, ‘kan?
Mengapa menjadi mantan elegan lebih
baik?
1.Untuk pencitraan pribadi Anda.
Bukannya mau jadi munafik atau
berlagak tidak ada apa-apa, ya. Memangnya orang akan kasihan dengan Anda yang
terus-terusan mengumbar cerita tentang betapa mantan telah menyakiti Anda?
Memangnya reputasi mantan akan terus rusak hanya gara-gara cerita Anda?
Nggak juga. Mungkin awalnya mereka
akan bersimpati sama Anda. Lama-lama mereka akan hanya memandang Anda sebagai
sosok yang hobi mengasihani diri sendiri.
2.Untuk hubungan berikutnya yang lebih
baik.
Emang ngaruh? Ya, iyalah. Cara Anda
mengatasi situasi paska-putus akan berpengaruh besar pada kualitas – dan kesempatan
– untuk hubungan berikutnya. Kok bisa?
Masalahnya begini: orang cenderung
hobi bercerita. (Baca: bergosip!) Mau sekedar keceplosan atau memang
sengaja, bahkan bila sahabat dekat sekali pun. Resikonya selalu lebih besar
bila Anda curhat pada semua orang di dalam satu ruangan. Kemungkinan besar ada
sahabat si mantan, namun Anda tidak tahu. Hari gini, berita apa pun pasti cepat
tersebar – terutama dengan hadirnya social
media.
Memangnya Anda harus khawatir?
Iyalah. Yang dengerin Anda sibuk jelek-jelekin mantan mungkin akan berpikir
ribuan kali menerima ajakan kencan Anda. Takutnya pas putus, malah giliran
mereka yang jadi bahan gunjingan!
Buat Anda para perempuan yang
mendengar seorang lelaki mengumbar berapa banyak duitnya yang dia habiskan
untuk menyenangkan sang mantan, mau nggak kencan sama dia? Yah, kecuali kalian
senang diperlakukan sebagai sekedar ‘investasi’
daripada salah satu ‘investor’ dalam
hubungan tersebut, mendingan mundur. Siapa pun yang bersedia membayar dalam
kencan harusnya ikhlas dan nggak sampai harus bikin yang lain merasa berutang.
3.Untuk kesempatan kedua.
Kenapa tidak? Mungkin juga. Namanya
juga manusia biasa, tidak sempurna dan tidak luput dari kesalahan.
Mau CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali)? Coba saja, kalau sebelumnya salah
satu atau kalian berdua sudah pernah saling menjelek-jelekkan. Masih bisa,
nggak?
Nggak mau balik juga nggak apa-apa.
Ada yang masih bisa jadi teman. Atau paling nggak, cukup nggak saling ganggu
aja. Semoga Anda semua sudah cukup dewasa dan bernalar untuk memilih yang
terbaik.
R.
(Jakarta, 3 Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar