Bagi yang tidak mudik dan tinggal di Jakarta sepanjang liburan Lebaran (apa pun alasannya), berbahagialah. Jarang-jarang kita bisa menikmati ketenangan di metropolitan, yang bahkan di beberapa lokasi nyaris menyamai pekuburan. (Hiii? Ah, enggak!) Setelah seharian penuh bercengkerama dengan keluarga besar dan sibuk mengurus rumah (termasuk cuci piring dan pakaian, berhubung PRT biasanya pada mudik semua dan yang anfaal belum tentu terjangkau bagi semua), Anda bisa suka-suka.
Bersyukurlah kita tidak akan ketemu macet yang biasanya (terpaksa) jadi makanan sehari-hari, kadang bisa sampai bikin kita mau muntah. (Hayo, ngaku aja, deh!) Mau itu angkot atau bus yang mengetem sesuka mereka seperti biasa, jalanan masih (relatif) muat. Bahkan seorang sahabat yang gemar naik motor (dengan baik dan benar tentunya, alias mengikuti aturan lalu-lintas) berseru bahagia saat suatu siang tiba di rumah keluarga saya:
"Ruby, I got here in twenty minutes!" (Ruby, aku sampai di sini dalam dua puluh menit!)
Alhamdulillah banget, bukan? Sampai-sampai keluar meme di social media mengenai bahwa yang Jakarta butuhkan untuk mengatasi macet hanyalah Lebaran, bukan gubernurnya. ("Maaf ya, Pak!") Nggak ada sumpah-serapah di jalanan atau keluhan akan pengendara lain yang ugal-ugalan dan kurang ajar. Apalagi mengingat sahabat saya pernah terjungkal dari motor gara-gara disalip mendadak sama pengendara motor lain, hingga cedera lutut. Nyebelin? Banget!
Sayangnya, seperti banyak cerita indah lainnya, kenyamanan super langka ini pun sepertinya harus berakhir. Selepas liburan Lebaran ini, semuanya akan kembali sama. Pemudik akan kembali dan langit Jakarta akan terpolusi. Jalan-jalan bakalan macet lagi. Kebiasaan-kebiasaan lama (dan buruk) pengendara kita akan kembali dan barangkali mereka juga sudah lupa kalau kemarin-kemarin sudah berniat dan berjanji untuk memperbaiki diri.
Entah kapan perubahan yang berarti (beneran) akan terjadi...
R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar