Social media sudah
sulit dipisahkan dari penggunanya. Manfaatnya juga banyak, terutama yang
berkaitan dengan promosi. Mau berbagi info terkini, seperti berita terkini dari
beragam portal sekaligus? Bisa. Mau jualan barang atau menawarkan jasa keahlian
tertentu? Apalagi.
Tidak hanya itu, social media juga dapat mempertemukan
teman lama kembali dan mempererat hubungan dengan keluarga yang (sedang) jauh.
Anda bisa saling bertukar kabar dengan tante di luar kota atau mengobrol dengan
sepupu yang sedang kuliah di luar negeri. Jarak dan waktu pun teratasi. Berbagi
info orang hilang hingga tips mencegah kejahatan? Bisa juga. Pokoknya banyak
sekali.
Tapi, social media juga ibarat kotak Pandora versi digital. Tidak hanya
yang bagus-bagus, yang sebaliknya juga banyak. Salah social media? Bukan. Salah manusianya yang lagi-lagi berlebihan.
Mulai dari ajang pamer macam-macam hingga saling sindir dan cela, bertengkar,
hingga sebar-sebar aib orang. Sampai-sampai ada yang rajin menyindir perilaku
sesama lewat posting di social media mereka, tanpa khawatir atau
peduli bakalan dibenci. Yang hobi mengeluh di social media secara terbuka dan keterusan mereka cela-cela sebagai
tukang cari perhatian dan kekurangan kasih sayang. Yang berantem lewat social media mereka sebut sebagai
raja/ratu (pencipta) drama.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang
hobi posting momen bahagia serta
hal-hal positif lainnya? Ternyata juga tidak bebas kritikan dan celaan, tuh.
Mulai dari dituduh pamer hingga hanya ingin melanggengkan pencitraan belaka,
alias pura-pura bahagia meski sebenarnya tidak.
Susah juga, ya? Standar tiap orang
mengenai yang dianggap berlebihan pasti berbeda. Bisa jadi yang mereka anggap
biasa saja jadi tampak lebay (berlebihan)
di mata Anda. Mungkin saja niat Anda hanya ingin menegur dan mengingatkan
mereka, namun soal salah strategi (termasuk pilihan kata) malah bisa jadi
bumerang. Anda malah dipandang sebagai tukang nyinyir dan sok ikut campur urusan
pribadi orang lain. Memang, semua orang bebas berpendapat. Namun, semua juga
harus siap dengan risikonya. Tidak semua orang harus suka dan terima.
Daripada terus saling serang di social media tanpa henti (alias sampai trolling), saya sendiri lebih memilih
untuk membuat batasan sendiri. Menurut saya, ini tanda-tanda Anda sudah
kebanyakan sharing seputar info diri
di social media:
1.
Nyawa
jadi taruhan
Ada
alasan saya jarang update lokasi
keberadaan saya di social media, apalagi
saat sedang benar-benar sendirian dan di tempat sepi pula. Misalnya: tidak
mungkin saya update status lokasi
saat lagi jogging sendirian di tempat
sepi. Alasannya? Selain sudah pernah dikuntit stalker tak dikenal selama enam bulan (http://ruangbenakruby.blogspot.co.id/2015/10/saya-pernah-dikuntit-stalker-tak.html),
tidak pernah ada yang bisa benar-benar tahu niat maupun pikiran sesama manusia.
Mungkin saya terdengar parno dan lebay, tapi sudah banyak sekali bukan,
kasus pembunuhan bermotif dendam dari orang terdekat? Tahu Anda sedang
sendirian di tempat itu, mungkin sekali Anda lebih mudah jadi sasaran. (Jangan juga terlalu pede dengan merasa
bahwa Anda orang baik yang tidak pernah menyakiti siapa-siapa. Kadang ada juga
orang gila yang kurang kerjaan.)
2.
Karir
bisa terhambat atau bahkan hancur berantakan
Tidak
perlu yang ekstrim seperti menjelek-jelekkan rekan kerja, bos, atau bahkan
perusahaan tempat Anda bekerja secara terbuka. Meski Anda tidak memberitahukan
akun social media Anda kepada pihak
HRD tempat Anda bekerja, prosedur ‘screen-grab’
dari ‘orang dalam’ (baca: salah satu teman terdekat Anda
yang diam-diam berkhianat) tetap membuat Anda bisa kena masalah. Selain itu,
terlalu sering mengeluh tentang segala hal – meski tidak berkaitan dengan pekerjaan sekali pun – membuat Anda
terlihat labil dan tidak dewasa. Boro-boro dapat promosi atau naik pangkat dan
gaji. Dipertahankan juga belum tentu.
3.
Merusak
hubungan antar manusia
Ini
yang paling sering terjadi. Berawal dari saling sindir, berakhir dengan perang
terbuka hingga akhirnya musuhan. Saling remove
atau blokir sekalian, hingga ribut beneran di dunia nyata. Apa bedanya
dengan berantem terus ditonton banyak orang di ruang publik? Jangan marah bila
sebutan “raja/ratu drama” keluar
khusus untuk Anda. Percayalah, tidak semua orang tertarik ingin melihat sinetron
murahan buatan Anda. Masalah mereka sendiri pasti sudah banyak juga.
4.
Tuntutan
hukum
Pernah
dengar UU ITE? - https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
5.
Rentan
terkena gangguan jiwa
Entah
itu berawal dari hobi foto selfie yang kebablasan, mudah stres karena terlalu
peduli dengan komentar orang di social
media, hingga mem-bully orang di
dunia maya hanya karena Anda “bisa” dan
setidaknya tidak di depan muka mereka, Anda sama-sama rentan terkena gangguan
jiwa. Kebanyakan foto selfie membuat Anda jadi terlalu mengkhawatirkan
penampilan luar hingga berpotensi terkena BDD (body dysmorphic disorder) atau tidak memperhatikan keselamatan
jiwa sendiri (seperti sengaja ‘menyerempet
bahaya’ demi mendapatkan foto selfie paling nge-hits, yang mungkin hanya
akan bertahan di #trendingtopics barang
beberapa hari saja.) Terlalu peduli dengan komentar negatif para internet troll dapat membuat Anda lupa
dengan hal-hal lain yang lebih indah dalam hidup Anda dan seharusnya Anda
syukuri. (Keluarga dan teman-teman di dunia nyata, mungkin?) Menjadi cyber-bully atau internet troll? Ah, masa Anda rela waktu berharga Anda terbuang
percuma hanya untuk menjadi psikopat versi digital?
6.
Pencurian
identitas
Seorang
teman pernah mengeluh dan terpaksa menutup salah satu akun di social media miliknya gara-gara ini.
Foto-fotonya sering dicuri dan status yang dia tulis sering di-copas (copy and paste) untuk akun ‘abal-abal’. Ngeri? Pastinya. Manfaatkan
privacy setting untuk melindungi akun
Anda serta sesekali gantilah password-nya
– minimal sebulan sekali. Jangan mengundang atau add sembarang orang yang tidak begitu Anda kenal. Atur setting
foto-foto Anda agar tidak bisa diunduh atau reshare.
Posting seperlunya saja kalau bisa.
7.
Kecanduan
akut pada social media
Suka
stres dan galau sendiri bila tidak posting
apa pun, meski sehari saja? Terkena sindrom F.O.M.O. (Fear of Missing Out), alias takut ketinggalan berita terbaru atau trend terkini? Silakan variasikan
kegiatan Anda dengan lebih sering keluar rumah dan mengobrol sama orang-orang
yang benar-benar dekat di sekitar Anda, tidak di hati saja. Lebih sehat pula.
Lalu,
bagaimana dengan yang mudah sensi gara-gara
posting orang lain di social media, bahkan meski topiknya
seputar momen bahagia dan hal-hal positif lainnya?
1.
Seleksi
bacaan atau tontonan Anda
Sama
seperti ke toko buku, perpustakaan, toko DVD, atau nonton TV di rumah. Kalau
Anda bisa memilih bacaan atau tontonan di sana, kenapa di social media jadi susah?
2.
Variasikan
kegiatan Anda
Jika
Anda memang benar-benar sosok yang berbahagia, silakan variasikan kegiatan Anda
dengan sering-sering keluar rumah. Dengan demikian, hidup Anda tidak hanya
terpusat pada melihat-lihat status orang lain di social media.
3.
Manfaatkan
fitur ‘delete’, ‘unshare’, ‘unfollow’, hingga
‘remove’
Tinggal
sekali klik, maka hilanglah semua status, foto, hingga posting mereka yang bikin Anda ‘sakit
mata’. Harusnya gampang banget, ‘kan? Daripada Anda malah jadi kesal
sendiri.
4.
Menutup
akun social media Anda
Nah,
yang ini juga jauh lebih gampang. Berhubung Anda tidak bisa mengatur-atur orang
lain agar mau mengikuti keinginan Anda tapi isi laman social media mereka sudah bikin Anda eneg, mending Anda yang
mengalah dan menutup akun social media Anda.
Dengan demikian, mata Anda akan terbebas total deh, dari semua posting yang bikin Anda kesal setengah
mati. Banyak kok, yang bisa hidup tanpa social
media. Mereka baik-baik saja.
R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar