Selasa, 31 Mei 2016

“TANDA-TANDA ANDA SUDAH KEBANYAKAN SHARING INFO DIRI DI SOCIAL MEDIA”

Social media sudah sulit dipisahkan dari penggunanya. Manfaatnya juga banyak, terutama yang berkaitan dengan promosi. Mau berbagi info terkini, seperti berita terkini dari beragam portal sekaligus? Bisa. Mau jualan barang atau menawarkan jasa keahlian tertentu? Apalagi.
            Tidak hanya itu, social media juga dapat mempertemukan teman lama kembali dan mempererat hubungan dengan keluarga yang (sedang) jauh. Anda bisa saling bertukar kabar dengan tante di luar kota atau mengobrol dengan sepupu yang sedang kuliah di luar negeri. Jarak dan waktu pun teratasi. Berbagi info orang hilang hingga tips mencegah kejahatan? Bisa juga. Pokoknya banyak sekali.
            Tapi, social media juga ibarat kotak Pandora versi digital. Tidak hanya yang bagus-bagus, yang sebaliknya juga banyak. Salah social media? Bukan. Salah manusianya yang lagi-lagi berlebihan. Mulai dari ajang pamer macam-macam hingga saling sindir dan cela, bertengkar, hingga sebar-sebar aib orang. Sampai-sampai ada yang rajin menyindir perilaku sesama lewat posting di social media mereka, tanpa khawatir atau peduli bakalan dibenci. Yang hobi mengeluh di social media secara terbuka dan keterusan mereka cela-cela sebagai tukang cari perhatian dan kekurangan kasih sayang. Yang berantem lewat social media mereka sebut sebagai raja/ratu (pencipta) drama.
            Lalu, bagaimana dengan mereka yang hobi posting momen bahagia serta hal-hal positif lainnya? Ternyata juga tidak bebas kritikan dan celaan, tuh. Mulai dari dituduh pamer hingga hanya ingin melanggengkan pencitraan belaka, alias pura-pura bahagia meski sebenarnya tidak.
            Susah juga, ya? Standar tiap orang mengenai yang dianggap berlebihan pasti berbeda. Bisa jadi yang mereka anggap biasa saja jadi tampak lebay (berlebihan) di mata Anda. Mungkin saja niat Anda hanya ingin menegur dan mengingatkan mereka, namun soal salah strategi (termasuk pilihan kata) malah bisa jadi bumerang. Anda malah dipandang sebagai tukang nyinyir dan sok ikut campur urusan pribadi orang lain. Memang, semua orang bebas berpendapat. Namun, semua juga harus siap dengan risikonya. Tidak semua orang harus suka dan terima.
            Daripada terus saling serang di social media tanpa henti (alias sampai trolling), saya sendiri lebih memilih untuk membuat batasan sendiri. Menurut saya, ini tanda-tanda Anda sudah kebanyakan sharing seputar info diri di social media:
1.    Nyawa jadi taruhan
Ada alasan saya jarang update lokasi keberadaan saya di social media, apalagi saat sedang benar-benar sendirian dan di tempat sepi pula. Misalnya: tidak mungkin saya update status lokasi saat lagi jogging sendirian di tempat sepi. Alasannya? Selain sudah pernah dikuntit stalker tak dikenal selama enam bulan (http://ruangbenakruby.blogspot.co.id/2015/10/saya-pernah-dikuntit-stalker-tak.html), tidak pernah ada yang bisa benar-benar tahu niat maupun pikiran sesama manusia. Mungkin saya terdengar parno dan lebay, tapi sudah banyak sekali bukan, kasus pembunuhan bermotif dendam dari orang terdekat? Tahu Anda sedang sendirian di tempat itu, mungkin sekali Anda lebih mudah jadi sasaran. (Jangan juga terlalu pede dengan merasa bahwa Anda orang baik yang tidak pernah menyakiti siapa-siapa. Kadang ada juga orang gila yang kurang kerjaan.)
2.    Karir bisa terhambat atau bahkan hancur berantakan
Tidak perlu yang ekstrim seperti menjelek-jelekkan rekan kerja, bos, atau bahkan perusahaan tempat Anda bekerja secara terbuka. Meski Anda tidak memberitahukan akun social media Anda kepada pihak HRD tempat Anda bekerja, prosedur ‘screen-grab’ dari ‘orang dalam’ (baca: salah satu teman terdekat Anda yang diam-diam berkhianat) tetap membuat Anda bisa kena masalah. Selain itu, terlalu sering mengeluh tentang segala hal – meski tidak berkaitan dengan pekerjaan sekali pun – membuat Anda terlihat labil dan tidak dewasa. Boro-boro dapat promosi atau naik pangkat dan gaji. Dipertahankan juga belum tentu.
3.    Merusak hubungan antar manusia
Ini yang paling sering terjadi. Berawal dari saling sindir, berakhir dengan perang terbuka hingga akhirnya musuhan. Saling remove atau blokir sekalian, hingga ribut beneran di dunia nyata. Apa bedanya dengan berantem terus ditonton banyak orang di ruang publik? Jangan marah bila sebutan “raja/ratu drama” keluar khusus untuk Anda. Percayalah, tidak semua orang tertarik ingin melihat sinetron murahan buatan Anda. Masalah mereka sendiri pasti sudah banyak juga.
4.    Tuntutan hukum
5.    Rentan terkena gangguan jiwa
Entah itu berawal dari hobi foto selfie yang kebablasan, mudah stres karena terlalu peduli dengan komentar orang di social media, hingga mem-bully orang di dunia maya hanya karena Anda “bisa” dan setidaknya tidak di depan muka mereka, Anda sama-sama rentan terkena gangguan jiwa. Kebanyakan foto selfie membuat Anda jadi terlalu mengkhawatirkan penampilan luar hingga berpotensi terkena BDD (body dysmorphic disorder) atau tidak memperhatikan keselamatan jiwa sendiri (seperti sengaja ‘menyerempet bahaya’ demi mendapatkan foto selfie paling nge-hits, yang mungkin hanya akan bertahan di #trendingtopics barang beberapa hari saja.) Terlalu peduli dengan komentar negatif para internet troll dapat membuat Anda lupa dengan hal-hal lain yang lebih indah dalam hidup Anda dan seharusnya Anda syukuri. (Keluarga dan teman-teman di dunia nyata, mungkin?) Menjadi cyber-bully atau internet troll? Ah, masa Anda rela waktu berharga Anda terbuang percuma hanya untuk menjadi psikopat versi digital?
6.    Pencurian identitas
Seorang teman pernah mengeluh dan terpaksa menutup salah satu akun di social media miliknya gara-gara ini. Foto-fotonya sering dicuri dan status yang dia tulis sering di-copas (copy and paste) untuk akun ‘abal-abal’. Ngeri? Pastinya. Manfaatkan privacy setting untuk melindungi akun Anda serta sesekali gantilah password-nya – minimal sebulan sekali. Jangan mengundang atau add sembarang orang yang tidak begitu Anda kenal. Atur setting foto-foto Anda agar tidak bisa diunduh atau reshare. Posting seperlunya saja kalau bisa.
7.    Kecanduan akut pada social media
Suka stres dan galau sendiri bila tidak posting apa pun, meski sehari saja? Terkena sindrom F.O.M.O. (Fear of Missing Out), alias takut ketinggalan berita terbaru atau trend terkini? Silakan variasikan kegiatan Anda dengan lebih sering keluar rumah dan mengobrol sama orang-orang yang benar-benar dekat di sekitar Anda, tidak di hati saja. Lebih sehat pula.
Lalu, bagaimana dengan yang mudah sensi gara-gara posting orang lain di social media, bahkan meski topiknya seputar momen bahagia dan hal-hal positif lainnya?
1.    Seleksi bacaan atau tontonan Anda
Sama seperti ke toko buku, perpustakaan, toko DVD, atau nonton TV di rumah. Kalau Anda bisa memilih bacaan atau tontonan di sana, kenapa di social media jadi susah?
2.    Variasikan kegiatan Anda
Jika Anda memang benar-benar sosok yang berbahagia, silakan variasikan kegiatan Anda dengan sering-sering keluar rumah. Dengan demikian, hidup Anda tidak hanya terpusat pada melihat-lihat status orang lain di social media.
3.    Manfaatkan fitur ‘delete’, ‘unshare’, ‘unfollow’, hingga ‘remove’
Tinggal sekali klik, maka hilanglah semua status, foto, hingga posting mereka yang bikin Anda ‘sakit mata’. Harusnya gampang banget, ‘kan? Daripada Anda malah jadi kesal sendiri.
4.    Menutup akun social media Anda
Nah, yang ini juga jauh lebih gampang. Berhubung Anda tidak bisa mengatur-atur orang lain agar mau mengikuti keinginan Anda tapi isi laman social media mereka sudah bikin Anda eneg, mending Anda yang mengalah dan menutup akun social media Anda. Dengan demikian, mata Anda akan terbebas total deh, dari semua posting yang bikin Anda kesal setengah mati. Banyak kok, yang bisa hidup tanpa social media. Mereka baik-baik saja.
R.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar