Sabtu, 28 Mei 2016

"WILLA"

Aku terbangun di sebuah gubuk tua yang samar-samar kuingat sebagai rumahku, namun sendirian pagi itu. Tidak ada siapa-siapa. Aku tidak ingat atau pun tahu siapa keluargaku. Aku hanya ingat nama dan usiaku: Willa Smith, 14 tahun.
            Ah, gubuk tua ini kotor dan tak terurus. Sarang laba-laba dan debu dimana-mana. Anehnya, aku tidak sampai bersin. Nyaris tidak ada perabotan apa pun, kecuali ranjang lapuk di kamar tidur yang sepertinya juga milikku.
            Benarkah? Ah, entahlah. Aku bingung. Jangan-jangan semalam kepalaku habis terbentur sesuatu.
            Kuperiksa kepalaku sendiri dengan cara menyentuhnya. Tidak ada bekas luka, benjolan, atau pun rasa nyeri. Aku hanya tahu rambutku panjang, ikal, dan tebal.
            Aku menunduk dan melihat dua helai ikal gelapku yang melewati bahu. Ah, ternyata aku memakai gaun putih kusam selutut. Pakaian tidur? Ingin kucari pakaian lain untuk berganti, namun lemari pakaian pun tidak ada di situ. Aneh sekali.
            Merasa penasaran, akhirnya kubuka pintu kamar dan melangkah keluar.
            Tidak ada siapa-siapa. Ruang makan kosong dan jendela terbuka. Matahari bersinar cerah. Angin sepoi-sepoi berhembus masuk.
            Oke, ini benar-benar aneh sekali.
            “Halo?” panggilku. Tentu saja, tidak ada yang menjawab. Aku mendekati pintu keluar dan membukanya.
            Ternyata, gubuk ini berada di tengah-tengah hutan. Aku menunduk dan mencari-cari alas kaki yang kira-kira bisa kupakai. Tidak ada. Ah, sudahlah. Lagipula, sepertinya aku sudah terbiasa bertelanjang kaki, meski di hutan.
            Oh!
            Ada kilasan ingatan di benakku. Aku berlari-lari di hutan ini, memakai gaun namun bertelanjang kaki. Seorang anak laki-laki seumurku yang berambut ikal gelap dan pendek mengejarku. Kami sama-sama tertawa.
            Sepertinya aku kenal dia...
            Aku tertegun. Karena berjalan sambil melamun, tanpa sadar aku sampai di depan sebuah sumur tua yang dikelilingi pepohonan.
            Namun, entah mengapa, mendadak muncul perasaan tidak enak. Aku tidak berani mendekat, namun yakin bahwa sumur itu pasti dalam.
            Angin dingin berhembus lebih kencang dari sebelumnya, hingga mengibarkan helai rambutku. Aku bergidik, membayangkan lubang yang dalam, gelap, dan nyaris seperti terowongan tanpa akhir...
            Aku berbalik, lalu berlari dan terus berlari...hingga akhirnya tiba di pemukiman penduduk terdekat. Aku berhenti di sebuah toko. Poster di jendela membuatku terperangah.
            TELAH HILANG: WILHELMINA ‘WILLA’ SMITH, 14
            Oh, tidak!
            Pemukiman itu masih sepi, namun aku tidak lagi peduli. Tanggal yang tertera pada poster itu menyatakan bahwa aku sudah menghilang selama setahun.
            Tidak mungkin.
            Namun, kilasan ingatanku berikutnya kembali menyadarkanku.
            Aku berhasil lari dari bocah itu. Siapa namanya? Andy. Kami sedang bermain-main. Aku tidak melihat dinding sumur itu yang sudah rontok sebagian...
            “Tidak. Tidak, tidak, tidak...”
            Aku terduduk dan sesenggukan. Kupejamkan mata rapat-rapat, sambil berkali-kali meyakinkan diri:
            Ini cuma mimpi. Cuma mimpi...Cuma mimpi...mimpi...
****

            Aku terbangun di sebuah gubuk tua yang samar-samar kuingat sebagai rumahku, namun sendirian pagi itu. Tidak ada siapa-siapa. Aku tidak ingat atau pun tahu siapa keluargaku. Aku hanya ingat nama dan usiaku: Willa Smith, 14 tahun...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar