Aku
terbangun di sebuah gubuk tua yang samar-samar kuingat sebagai rumahku, namun sendirian pagi itu. Tidak ada siapa-siapa. Aku tidak ingat atau pun tahu
siapa keluargaku. Aku hanya ingat nama dan usiaku: Willa Smith, 14 tahun.
Ah, gubuk tua ini kotor dan tak
terurus. Sarang laba-laba dan debu dimana-mana. Anehnya, aku tidak sampai
bersin. Nyaris tidak ada perabotan apa pun, kecuali ranjang lapuk di kamar
tidur yang sepertinya juga milikku.
Benarkah?
Ah, entahlah. Aku bingung. Jangan-jangan semalam kepalaku habis terbentur
sesuatu.
Kuperiksa kepalaku sendiri dengan
cara menyentuhnya. Tidak ada bekas luka, benjolan, atau pun rasa nyeri. Aku
hanya tahu rambutku panjang, ikal, dan tebal.
Aku menunduk dan melihat dua helai
ikal gelapku yang melewati bahu. Ah, ternyata aku memakai gaun putih kusam
selutut. Pakaian tidur? Ingin kucari
pakaian lain untuk berganti, namun lemari pakaian pun tidak ada di situ. Aneh
sekali.
Merasa penasaran, akhirnya kubuka
pintu kamar dan melangkah keluar.
Tidak ada siapa-siapa. Ruang makan
kosong dan jendela terbuka. Matahari bersinar cerah. Angin sepoi-sepoi
berhembus masuk.
Oke, ini benar-benar aneh sekali.
“Halo?” panggilku. Tentu saja, tidak
ada yang menjawab. Aku mendekati pintu keluar dan membukanya.
Ternyata, gubuk ini berada di
tengah-tengah hutan. Aku menunduk dan mencari-cari alas kaki yang kira-kira
bisa kupakai. Tidak ada. Ah, sudahlah. Lagipula, sepertinya aku sudah terbiasa
bertelanjang kaki, meski di hutan.
Oh!
Ada kilasan ingatan di benakku. Aku
berlari-lari di hutan ini, memakai gaun namun bertelanjang kaki. Seorang anak
laki-laki seumurku yang berambut ikal gelap dan pendek mengejarku. Kami
sama-sama tertawa.
Sepertinya
aku kenal dia...
Aku tertegun. Karena berjalan sambil
melamun, tanpa sadar aku sampai di depan sebuah sumur tua yang dikelilingi
pepohonan.
Namun, entah mengapa, mendadak
muncul perasaan tidak enak. Aku tidak berani mendekat, namun yakin bahwa sumur
itu pasti dalam.
Angin dingin berhembus lebih kencang
dari sebelumnya, hingga mengibarkan helai rambutku. Aku bergidik, membayangkan
lubang yang dalam, gelap, dan nyaris seperti terowongan tanpa akhir...
Aku berbalik, lalu berlari dan terus
berlari...hingga akhirnya tiba di pemukiman penduduk terdekat. Aku berhenti di
sebuah toko. Poster di jendela membuatku terperangah.
TELAH
HILANG: WILHELMINA ‘WILLA’ SMITH, 14
Oh, tidak!
Pemukiman
itu masih sepi, namun aku tidak lagi peduli. Tanggal yang tertera pada poster
itu menyatakan bahwa aku sudah menghilang selama setahun.
Tidak mungkin.
Namun, kilasan ingatanku berikutnya
kembali menyadarkanku.
Aku berhasil lari dari bocah itu.
Siapa namanya? Andy. Kami sedang bermain-main. Aku tidak melihat dinding sumur
itu yang sudah rontok sebagian...
“Tidak. Tidak, tidak, tidak...”
Aku terduduk dan sesenggukan.
Kupejamkan mata rapat-rapat, sambil berkali-kali meyakinkan diri:
Ini
cuma mimpi. Cuma mimpi...Cuma mimpi...mimpi...
****
Aku terbangun di sebuah gubuk tua
yang samar-samar kuingat sebagai rumahku, namun sendirian pagi itu. Tidak
ada siapa-siapa. Aku tidak ingat atau pun tahu siapa keluargaku. Aku hanya
ingat nama dan usiaku: Willa Smith, 14
tahun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar