Sabtu, 24 Oktober 2015

#CSW-CLUB DIARIES:"KERIPUT"

Apa yang tercetus di benak Anda saat mendengar kata "keriput"? Mungkin Anda akan langsung terbayang wajah kakek-nenek - atau mungkin orang tua Anda yang sudah sepuh. Tua, alias berusia senja. Kulit yang tidak lagi mulus dan kencang, alias mulai kendur dan banyak garis-garis bermunculan di tempat-tempat 'strategis', seperti dahi, pipi, pinggir mata dan mulut, leher...sebut saja.
Keriput juga sama artinya dengan 'kerut' atau 'kisut'. Seorang teman pencinta ilmu alam bahkan juga mengingatkan bahwa buah pun permukaannya berkerut bila sudah melewati 'batas kematangan'- nya.
Apa boleh buat. Meski keriput proses yang tidak bisa sepenuhnya dihindari alias hanya diperlambat dengan gaya hidup, pengobatan, hingga teknologi tertentu, tak ayal banyak yang enggan - dan bahkan takut - menghadapinya. Kaum Hawa termasuk yang paling panik dalam berurusan dengan keriput, terutama mereka yang bekerja di media dan bidang kecantikan. Inilah realita, dimana dunia masih cenderung memandang dan menilai mereka dari segi fisik belaka. Menyedihkan sekali, bukan? Serba salah memang. Di satu sisi mereka ingin sekali menyenangkan pasangan (pacar, suami) dengan terus menjaga penampilan agar (selalu) dianggap cantik, bahkan dengan kosmetik termahal supaya kelihatan awet muda - alias tidak keriputan. Di sisi lain, tetap saja ada yang akan menuding mereka dangkal hanya karena mau segitu repotnya mempercantik diri.
Kalau dipikir-pikir, ketakutan mereka masuk akal. Sudah banyak cerita suami meninggalkan istri atau mencari istri muda, HANYA karena yang pertama sudah keriput. (Jangan tersinggung, Tuan-tuan - ini fakta. Tak perlu marah bila Anda bukan salah satu dari mereka.)
Selain media, kehadiran dokter bedah plastik juga mendukung mereka yang segitu inginnya mengenyahkan keriput dari wajah, kalau bisa selamanya. Keinginan yang tidak realistis, bukan? Bayar mahal tak masalah. Resiko kesehatan dan kemungkinan nyawa melayang juga dipikir belakangan. Mau menghakimi mereka juga? Percuma, karena bisa jadi mereka juga terluka - dan 'dilukai' - secara sosial oleh harapan mustahil masyarakat tentang kecantikan sejati yang ideal bagi seorang perempuan: selalu awet muda, tanpa keriput.
Ada juga yang mengaitkan keriput dengan ketidakseimbangan gaya hidup dan penyakit - terutama bagi yang tinggal di daerah perkotaan yang padat penduduk dan berpolusi tingkat tinggi. Akibatnya, stres melanda dan lantas memunculkan keriput sebelum wakttunya, alias penuaan dini. Belum lagi stres karena terlalu memikirkan omongan orang lain yang tidak penting, hingga sering berpikir negatif dan lupa bahagia. Ada juga yang karena sakit parah menahun, yang sepertinya wajar saja bila mereka tidak selalu bisa bahagia karena terserang depresi. (Untuk yang satu ini, semoga mereka selalu diberi ketabahan dan kekuatan oleh-Nya - serta didukung orang-orang tersayang yang selalu menyayangi mereka.)
Namun, keriput tidak selalu buruk. Alangkah menyenangkan bila keriput tercipta lebih banyak karena senyum dan tawa. Anggap saja setiap garis di wajah berupa cerita. Toh, pada akhirnya semua manusia akan beranjak tua. Hanya menjadi dewasa yang merupakan pilihan...

R.
(Jakarta, 23/10/2015 – 15:20. Ditulis berdasarkan diskusi apik dalam pertemuan The Couchsurfing Writers’ Club pada tanggal 22 Oktober 2015, pukul 20:00 di Bangi Kopi Tiam - Sabang, Jakarta. Tema: “Keriput”.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar