Jadi,
kau ingin tahu tentangku? Apa saja yang ingin kau tahu?
Mengapa kau begitu ingin tahu? Apa
untungnya bagimu? Apakah kau sedang berusaha mencari-cari ‘cacat’-ku?
Maaf, aku bukan siapa-siapa. Aku
bukan selebriti ternama, apalagi sang primadona. Aku bahkan tidak tahu caranya
menjadi diva. Aku mungkin punya cukup banyak akun social media dan kuyakin aku bukan satu-satunya. Tak ada yang
istimewa.
Lalu, apa yang masih ingin kau tahu
tentangku? Kenapa? Untuk apa, sih?
Kalau kau ingin mencari tahu lewat update akun social media-ku, silakan. Selamat berburu. Kurasa kau akan kecewa,
karena tidak banyak lagi yang bisa kau temukan. Tak banyak yang ingin
kuceritakan. Untuk apa? Tidak semua perlu kau tahu. Tidak semua harus kubuka
pada seluruh dunia. Jika memang demikian adanya, apa lagi yang akan tersisa
dariku? Aku bukan milik mereka. Tak seharusnya aku jadi ‘konsumsi’ semua orang, terutama mata-mata yang ‘lapar’ dan ‘haus’ akan drama dan sensasi belaka. Mata-mata yang akan
mencari-cari aibku untuk kemudian disebar kemana-mana – semata-mata hanya agar
aku terpuruk begitu rendah dan hina, sementara mereka akan tertawa. Ya, tawa
puas nan beringas akan nasibku yang (menurut mereka) naas.
Apakah kau salah satunya? Aku tahu,
tuduhan ini takkan pernah sudi kau terima. Andai saja, kali ini aku masih bisa
percaya.
Mengapa? Semua sudah berubah; tidak
lagi sama. Kita tidak mungkin lagi bisa seperti sedia kala.
Dulu kita memang pernah dekat.
Saling berbagi cerita, suka dan duka. Masalah keluarga, teman, pekerjaan,
hingga cinta. Semuanya. Katamu kita sahabat dan akan selalu demikian selamanya.
Kau juga berjanji sama pada mereka.
Kini, semua tak lagi sama. Tidak
bisa. Hanya itu yang kurasa dan aku bukan satu-satunya. Mereka juga.
Terus-terang, saat ini kami tak begitu peduli bila kau marah dan terluka.
Karenamu, sudah banyak drama yang tidak perlu namun tercipta. Karena itu, kami
pun lama-lama lelah dan gerah. Kau paling tidak sudi mengalah.
Maafkan aku. Maafkan kami yang
lama-lama tidak sabar dan (terlalu) lelah menghadapimu. Cukuplah kau tahu aku
yang dulu, hanya agar kau selalu (merasa) benar. Aku yang waktu itu sering
merasa kesepian di tengah keramaian, sulit dimengerti orang. Aku yang kau
anggap cengeng dan lemah tak berdaya, tidak bisa dan tidak mengerti apa-apa.
Aku yang bagimu seperti tidak tahu
terima kasih dan balas budi. Baiklah. Terserah kamu. Sudah lebih dari cukup
kulihat banyak posting-mu di social media yang bernada ‘menjatuhkan’ semua yang pernah
membuatmu kecewa, baik sengaja atau tidak. (Termasuk aku, tentunya.) Percuma
juga bila dulu kita sudah saling memaafkan, bila pada akhirnya kau selalu
mengungkit-ungkit cerita lama. Kukira kau sudah rela.
Mungkin bagimu penting untuk
mendapat perhatian seluruh dunia. Maka itu, jangan marah bila aku – dan yang
lain – pada akhirnya enggan berbagi cerita. Cukup tahu sekedarnya. Semua berhak
punya rahasia.
Masih ingin tahu tentangku? Sama
seperti manusia pada umumnya, aku pun tak sempurna. Namun, aku tak perlu
mengaku dosa padamu. Cukup Tuhan yang tahu. Kamu cukup tahu bahwa aku baik-baik
saja...dan masih mendoakanmu agar menemukan cara untuk bahagia, tanpa
mencari-cari pihak lain untuk dicela.
Tertanda,
-Mantan Sahabatmu-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar