Jumat, 07 Agustus 2015

"PAPA"



Seperti akhir pekan sebelumnya, seharian itu aku duduk memperhatikan Papa. Dalam kamarnya yang telah disulap menjadi bengkel seni pribadinya, beliau bekerja dengan tekun. Mulai dari mengamplas kayu hingga halus permukaannya, hingga membentuknya jadi macam-macam dalam beragam ukuran. Ada kepala, badan, tangan, dan kaki. Beliau juga menyambung-nyambungkan bagian-bagian tersebut dengan ahli. Tak heran, karena inilah Mama dulu sampai jatuh cinta.

            Dari kecil, aku selalu suka melihat Papa bekerja. Menurutku, Papa seperti Gepetto yang membuat Pinocchio – sebelum memohon kepada Ibu Peri agar dapat menghidupkannya menjadi anak manusia sungguhan. Ya, Gepetto seorang pembuat boneka kesepian yang sangat menginginkan kehadiran seorang putra.

            Seharusnya Papa tidak perlu merasa kesepian. ‘Kan masih ada aku...

            Kulihat Papa mulai melukis wajah boneka itu dengan cat warna permanen. Mata, hidung, bibir, dan alis. Wajah perempuan, aku langsung mengenalinya, bahkan sebelum beliau mulai menempelkan rambut palsu berwarna hitam dari fiber dan memakaikan gaun biru tua sederhana namun indah.

            Wajah itu begitu familiar. Kurasakan tenggorokanku tercekat. Susah-payah aku mengatur napas, sementara badai tengah bergemuruh liar dalam benak dan hatiku. Ada yang mengambang di pelupuk mata, terancam tumpah. Berat dan panas. Pedih.

            Kurasakan tangan dr.Wanda Wiryawan di pundakku. Aku bahkan tidak menyadari bahwa beliau sudah di sampingku cukup lama.

            Aku masih terus memandangi Papa. Wajah keriput beliau kini berhias seulas senyum puas. Matanya tampak bercahaya.

            Entah kenapa, mendadak beliau tampak seperti anak kecil yang kesenangan. Setelah jadi, dia menyerahkan boneka itu padaku.

            “Ini adikmu,” kata beliau tanpa ragu, seakan tengah menggendong seorang anak kecil dan memindahkannya ke tanganku. “Anna cantik, ya?”

            Entah apa lagi yang harus kukatakan pada Papa. Mungkin benturan di kepala beliau juga menjadi penyebab. Yang pasti, Papa tidak sengaja. Itu hanya kecelakaan, akibat supir mabuk yang menabrak mobil mereka malam itu. Mama dan Anna sekarang sudah tenang di alam sana. Aku sudah rela...


            Ah, andai saja Papa juga bisa merelakan mereka...

4 komentar: