Apa
tempat favorit Anda? Seperti biasa, jawaban tiap orang pasti berbeda. Ada yang
bisa menyebut satu, beberapa, hingga: “Banyak!”
Untuk jawaban terakhir, biasanya karena kesulitan memilih. Begitulah bila
Anda kebetulan sangat suka jalan-jalan dan sudah pernah mengunjungi banyak
tempat yang indah-indah.
Apa alasan Anda memilih suatu tempat
sebagai tempat favorit? Sama seperti pertanyaan sebelumnya, jawaban bisa
beragam. Namun, alasan emosional menempati urutan pertama. Kebanyakan
mengaitkan tempat favorit mereka dengan kehadiran sosok-sosok tercinta atau
orang-orang terpenting dalam hidup mereka, seperti: keluarga, sahabat, hingga
pasangan. Lagipula, bukankah kita sudah sering mendengar ungkapan “Home is where the heart is”? Dimana pun
mereka berada, semua akan tampak indah bila hati merasa sungguh-sungguh
bahagia. Meski tinggal di istana emas paling besar pun, tak ada gunanya bila
hati merasa tidak bahagia alias terpenjara. (Jiahh!)
Tapi
ya, lagi-lagi bahagia itu masalah pilihan. Seperti kata seorang kawan: “Sebenarnya, kalau mau lebih jeli melihat,
tidak ada pilihan yang benar-benar baik atau pun buruk. Semua hanyalah masalah
persepsi.” Pemikiran yang positif dan brilian, meski mungkin bagi sebagian
orang lainnya akan terdengar begitu utopis – alias tidak objektif maupun
realistis. Dengan kata lain: in denial (dalam penyangkalan). Mungkin akan
ada yang membantah begini: “Kalau
kenyataannya emang lagi jelek, ya jelek aja. Nggak usah berlagak nggak ada apa-apa
alias semuanya baik-baik aja!”
Kalau seseorang sudah merasa cukup
berbahagia berada di tempat paling sederhana yang mungkin bagi yang lain
termasuk ‘enggak banget’, lalu siapa
kita yang (merasa) berhak menghakimi pilihan hidup mereka? Begitu pula
sebaliknya. Ngakunya sih, sudah merasa cukup puas dengan standar hidup sendiri
yang sudah ada, alias nggak mau berusaha meningkatkan kualitas atau ‘naik kelas’. Tapi, diam-diam – atau mungkin
malah terang-terangan – malah nyinyir
sama mereka yang (dianggap) hidup ‘berlebihan’
serta doyan banget jalan-jalan kemana-mana. Kok malah jadi ngatur-ngatur
dan memaksakan selera? Kalau pun tidak suka atau sepaham, ya cuekin saja selama
nggak ada yang saling mengganggu! Yakin, situ sudah beneran ‘ikhlas’ dengan realita yang ada?
R.
(Jakarta, 29/8/2015 – 19:00. Ditulis
berdasarkan diskusi apik dalam pertemuan The Couchsurfing Writers’ Club pada
tanggal 27 Agustus 2015, pukul 20:00 di Anomali Coffee – Setiabudi One, Rasuna
Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Tema: “Tempat Favorit”.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar