Dear "Kamu",
Bagaimana acara menariku semalam? Seru sekali. Meski hujan sempat lama mengguyur seisi kota hingga lantai licin, acara tetap berlangsung. Tentu saja, aku harus melepas sepatuku saat menari, terutama untuk menghindari kemungkinan terpeleset dan mencederai diriku sendiri. Iya kalau cuma aku yang jatuh. Kalau sampai bikin efek domino dengan menabrak penari-penari lainnya di sekitarku? Alamat mengacaukan barisan. Bisa-bisa rekaman pertunjukan kami berakhir sebagai salah satu acara komedi atau bloopers di TV. Hihihi...
Sayangnya, kita tidak bertemu semalam. Mungkin kamu tidak datang. Mungkin takdir belum mempertemukan kita. Lagi-lagi aku harus bersabar. Mungkin semalam bukan saatnya.
Bagaimana denganku hari ini? Baik-baik saja, meski agak lelah. Aku kembali harus bekerja. Masih banyak yang harus kuselesaikan. Selalu banyak, tapi tidak apa-apa. Lebih baik begini daripada kurang kerjaan. Kamu tahu apa yang biasa dilakukan orang-orang yang kurang kerjaan?
Ya, benar. Mengganggu orang lain. Ikut campur urusan pribadi orang lain, terutama soal moral, agama, dan sebangsanya. Apalagi pakai main kasar, seperti yang terjadi di Jogja kemarin. Jujur, aku sedih. Rupanya bangsa ini tidak lagi sepenyayang dan setoleran yang mereka akui. Sedih, kadang kita suka menilai diri sendiri terlalu tinggi.
Ah, sudahlah. Seharusnya aku kembali memulai minggu dengan lebih ceria dan positif. Siapa tahu, bila kebetulan kita berpapasan atau bertemu, kamu bisa melihatnya di wajahku dan berpikir: "Dia perempuan terbahagia yang pernah kulihat hari ini. Mungkinkah artinya dia siap membuka pintu hatinya dan menerima cinta?"
Selamat hari Senin, pangeran dalam mimpiku. Aku masih menjalani hidup sembari menghitung hari, menanti saat itu.
Saat kita berdua akan benar-benar bertemu...
Yang berusaha mencintai hari Senin,
Nona Separuh Skeptis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar