Dear “Kamu”,
Entah
kenapa, semalam tiba-tiba aku memimpikan salah seorang temanku yang sudah
meninggal. Dia salah satu lelaki terbaik yang pernah kukenal, terlepas dari
semua kekurangan yang dimiliki yang sayangnya membuatnya merasa minder. Dia
adalah kekasih salah seorang temanku. Sebut saja namanya Cliff.
Lelaki
malang itu berpulang dua bulan lalu. Aku kasihan dengan temanku yang hingga
kini – dan sepertinya akan selalu – merindukannya. Aku tidak bisa membayangkan
rasanya kehilangan seseorang yang begitu mencintaimu dan juga kamu cintai karena
maut, bukan karena putus. Pasti rasanya jauh lebih berat. Aku tidak akan pernah
benar-benar bisa membayangkannya.
Mengapa
aku tiba-tiba memimpikan Cliff? Entahlah. Mungkin karena dia selama itu selalu
baik padaku. Cliff bilang aku lebih seperti adik kecilnya, meski pertemanan
kami begitu singkat. Cliff juga yang pernah sangat mengkhawatirkanku saat
lelaki kurus slengean itu mendekatiku
dulu. Katanya, dia punya firasat buruk. Cliff tidak ingin sesuatu yang buruk
terjadi padaku hanya gara-gara lelaki yang ingin memanfaatkanku itu.
Jujur,
aku senang dengan sikapnya yang agak protektif, meski deg-degan setengah-mati.
Bukan apa-apa, Cliff pernah mengancam akan membuat lelaki itu babak-belur bila
sampai menyakitiku. Mungkin kalau aku beneran punya abang, rasanya akan seperti
itu. Setiap lelaki yang ingin bersamaku harus melalui ‘seleksi ketat’-nya dulu.
Mungkin
bila sosokmu beneran ada di dunia nyata, kamu akan harus menghadapi dia
dulu...bila saja dia masih hidup. Apakah kamu takut? Jangan. Dia baik, kok. Dia
hanya terlalu mengkhawatirkanku.
Banyak
yang bilang aku masih sangat beruntung. Oke, mungkin saat ini aku masih jomblo,
tapi itu bukan aib. Sekali lagi, aku baik-baik saja. Aku masih punya banyak
sosok teman lelaki yang mengingatkanku bahwa ya, masih banyak sekali lelaki
yang sangat baik di luar sana. Banyak sekali. Beberapa dari mereka bisa sangat
protektif padaku, meski percaya bahwa sebenarnya aku masih bisa melindungi diri
sendiri. Tapi, aku tidak hanya butuh itu.
Aku
membutuhkan sosok lelaki yang kuat, namun juga tidak merasa terancam atas
kemandirianku. Aku terbiasa mandiri bukan karena sama sekali tidak membutuhkan
lelaki. Aku mandiri karena sebisa mungkin berusaha untuk tidak merepotkan
siapa-siapa. Sebisa mungkin, hidup itu harus berguna buat orang lain, bukannya
hanya sebagai beban bagi orang lain. Begitulah ajaran almarhum Papa.
Jadi,
mengapa aku sampai tiba-tiba memimpikan Cliff, kekasih temanku, yang sudah
meninggal dua setengah bulan lalu? Aku lupa waktu itu kami berdua dimana. Yang
kuingat hanya wajah pucatnya yang terbingkai rambut coklat kemerahan, tampak
agak kecewa padaku. Kurasa dia tahu bahwa kemarin-kemarin aku masih saja
membiarkan lelaki kurus slengean itu
mendekatiku.
“I’ve warned you to be careful,” katanya,
lebih terdengar sedih daripada marah. “Sudah kubilang, ada yang tidak beres
dengan laki-laki itu.”
“I know,” balasku. Waktu itu aku
menangis, antara malu dan sedih, karena merasa telah membuatnya kecewa dan
merasa tidak dihargai. “I’m sorry.”
“Why, kid?” tanyanya
prihatin. “Kamu itu cantik. Kamu harus percaya bahwa kamu itu benar-benar
cantik dan pasti ada lelaki baik yang benar-benar mencintaimu, menghargaimu,
dan ingin menghabiskan sisa hidupnya hanya denganmu. You don’t need guys like him.”
Aku terdiam
sesaat untuk mengatur napasku. Lalu, teringat saat kami bertiga berkumpul
bersama dulu. Aku, Cliff, dan kekasihnya Sue. Aku sempat memandang mereka
berdua cukup lama, sebelum tiba-tiba berucap:
“I want a guy who will look at me the way
you look at her.”
Itulah yang
juga kukatakan lagi pada Cliff dalam mimpiku semalam. Dia tersenyum dan
membalas: “Pasti ada, kok.”
“Cliff,
dia kangen kamu.”
“I know. I miss her too, always.”
Dan aku
terbangun dengan berurai air mata. Aneh sekali, ya? Entah apa harus kuceritakan
ini pada Sue tanpa membuatnya sedih. Aku takut.
Kurasa,
aku harus berhenti dulu dengan surat ini. Maaf, aku terlalu emosi. Semoga kamu
tidak menganggapku gila, karena aku khawatir tidak semua orang akan mengerti.
Semoga,
lagi-lagi, kita bisa kembali bertemu di alam mimpi. Semoga aku bisa melihatmu
juga di alam nyata ini...
Yang
terinspirasi dari malaikat pelindung,
Nona Separuh Skeptis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar