Jumat, 05 Februari 2016

H6 : "INGIN KUKENALKAN DIRIMU PADA MALAIKAT PELINDUNGKU, ANDAI BISA..."

Dear “Kamu”,

                Entah kenapa, semalam tiba-tiba aku memimpikan salah seorang temanku yang sudah meninggal. Dia salah satu lelaki terbaik yang pernah kukenal, terlepas dari semua kekurangan yang dimiliki yang sayangnya membuatnya merasa minder. Dia adalah kekasih salah seorang temanku. Sebut saja namanya Cliff.

                Lelaki malang itu berpulang dua bulan lalu. Aku kasihan dengan temanku yang hingga kini – dan sepertinya akan selalu – merindukannya. Aku tidak bisa membayangkan rasanya kehilangan seseorang yang begitu mencintaimu dan juga kamu cintai karena maut, bukan karena putus. Pasti rasanya jauh lebih berat. Aku tidak akan pernah benar-benar bisa membayangkannya.

                Mengapa aku tiba-tiba memimpikan Cliff? Entahlah. Mungkin karena dia selama itu selalu baik padaku. Cliff bilang aku lebih seperti adik kecilnya, meski pertemanan kami begitu singkat. Cliff juga yang pernah sangat mengkhawatirkanku saat lelaki kurus slengean itu mendekatiku dulu. Katanya, dia punya firasat buruk. Cliff tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padaku hanya gara-gara lelaki yang ingin memanfaatkanku itu.

                Jujur, aku senang dengan sikapnya yang agak protektif, meski deg-degan setengah-mati. Bukan apa-apa, Cliff pernah mengancam akan membuat lelaki itu babak-belur bila sampai menyakitiku. Mungkin kalau aku beneran punya abang, rasanya akan seperti itu. Setiap lelaki yang ingin bersamaku harus melalui ‘seleksi ketat’-nya dulu.

                Mungkin bila sosokmu beneran ada di dunia nyata, kamu akan harus menghadapi dia dulu...bila saja dia masih hidup. Apakah kamu takut? Jangan. Dia baik, kok. Dia hanya terlalu mengkhawatirkanku.

                Banyak yang bilang aku masih sangat beruntung. Oke, mungkin saat ini aku masih jomblo, tapi itu bukan aib. Sekali lagi, aku baik-baik saja. Aku masih punya banyak sosok teman lelaki yang mengingatkanku bahwa ya, masih banyak sekali lelaki yang sangat baik di luar sana. Banyak sekali. Beberapa dari mereka bisa sangat protektif padaku, meski percaya bahwa sebenarnya aku masih bisa melindungi diri sendiri. Tapi, aku tidak hanya butuh itu.

                Aku membutuhkan sosok lelaki yang kuat, namun juga tidak merasa terancam atas kemandirianku. Aku terbiasa mandiri bukan karena sama sekali tidak membutuhkan lelaki. Aku mandiri karena sebisa mungkin berusaha untuk tidak merepotkan siapa-siapa. Sebisa mungkin, hidup itu harus berguna buat orang lain, bukannya hanya sebagai beban bagi orang lain. Begitulah ajaran almarhum Papa.

                Jadi, mengapa aku sampai tiba-tiba memimpikan Cliff, kekasih temanku, yang sudah meninggal dua setengah bulan lalu? Aku lupa waktu itu kami berdua dimana. Yang kuingat hanya wajah pucatnya yang terbingkai rambut coklat kemerahan, tampak agak kecewa padaku. Kurasa dia tahu bahwa kemarin-kemarin aku masih saja membiarkan lelaki kurus slengean itu mendekatiku.

                “I’ve warned you to be careful,” katanya, lebih terdengar sedih daripada marah. “Sudah kubilang, ada yang tidak beres dengan laki-laki itu.”

                “I know,” balasku. Waktu itu aku menangis, antara malu dan sedih, karena merasa telah membuatnya kecewa dan merasa tidak dihargai. “I’m sorry.”

                “Why, kid?” tanyanya prihatin. “Kamu itu cantik. Kamu harus percaya bahwa kamu itu benar-benar cantik dan pasti ada lelaki baik yang benar-benar mencintaimu, menghargaimu, dan ingin menghabiskan sisa hidupnya hanya denganmu. You don’t need guys like him.”

                Aku terdiam sesaat untuk mengatur napasku. Lalu, teringat saat kami bertiga berkumpul bersama dulu. Aku, Cliff, dan kekasihnya Sue. Aku sempat memandang mereka berdua cukup lama, sebelum tiba-tiba berucap:

                “I want a guy who will look at me the way you look at her.”

                Itulah yang juga kukatakan lagi pada Cliff dalam mimpiku semalam. Dia tersenyum dan membalas: “Pasti ada, kok.”

                “Cliff, dia kangen kamu.”

                “I know. I miss her too, always.”

                Dan aku terbangun dengan berurai air mata. Aneh sekali, ya? Entah apa harus kuceritakan ini pada Sue tanpa membuatnya sedih. Aku takut.

                Kurasa, aku harus berhenti dulu dengan surat ini. Maaf, aku terlalu emosi. Semoga kamu tidak menganggapku gila, karena aku khawatir tidak semua orang akan mengerti.

                Semoga, lagi-lagi, kita bisa kembali bertemu di alam mimpi. Semoga aku bisa melihatmu juga di alam nyata ini...
               
                Yang terinspirasi dari malaikat pelindung,


                Nona Separuh Skeptis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar