Kamis, 04 Februari 2016

H5: "DARI YANG INGIN MOVE ON DENGANMU..."

Dear “Kamu”,

                Maaf, sepertinya hari ini aku tidak bisa terlalu banyak bercerita. Aku sibuk. Pagi-pagi sekali saja aku sudah harus pergi bekerja hari ini. Siang ini juga cukup lowong sebelum malam nanti. Aku harus keluar lagi.

                Maaf kemarin aku terdengar begitu putus-asa dan depresi dalam suratku. Aku hanya tidak ingin memimpikannya lagi. Aku hanya ingin memimpikanmu hingga suatu saat nanti, bila kita memang benar-benar ditakdirkan untuk bertemu. Semoga benar-benar terjadi, ya.

                Bagaimana bila tidak? Bagaimana bila pada akhirnya, kamu hanya akan tetap menjadi lelaki impianku, khayalan semu? Entah siapa sosok berikutnya yang akan bertemu denganku di masa depan nanti. Apakah kamu? Apakah sosok lain? Apakah kau akan otomatis menghilang begitu saja bila yang muncul di depanku nanti benar-benar sosok lain? Mungkin itu memang kamu, tapi jangan-jangan aku yang tidak menyadarinya. Wah, bukan pertanda bagus itu!

                Hmm, mungkin tak hanya separuh sinis, seharusnya aku juga sadar bahwa sebenarnya aku sangat, sangat sinis. Ya, Nona Separuh Skeptis yang Nyaris Sinis. Cocok sekali, bukan? Lalu, bagaimana denganmu? Ini sudah hari kelima aku menantang diriku sendiri menulis surat cinta. Lihat, aku bahkan sudah kehilangan sisi romantisku. Aku berubah menjadi kaku, terlalu penuh perhitungan, dan curiga berlebihan yang berujung pada paranoid. Ah, jangan-jangan dia benar. Aku selalu curiga dan takut akan terluka.

                Dua malam lalu ada yang membuatku kesal. Aku sedang makan sendirian di depan gerobak dekat rumah sakit. Salah satu tukang jualan yang ada – mungkin tukang soto, karena sering sekali mangkal dekat gerobak soto dan melayani pembeli soto – mengajakku basa-basi. Seperti khasnya orang Indonesia, basa-basi pertama mereka seperti ini:

                “Sendirian aja?”

                “Iya.” Aku sedang malas. Aku hanya tidak ingin diganggu. Dia sudah bisa lihat sendiri, ‘kan?

                “Suaminya mana?”

                Nah, ini dia yang selalu bikin kesal. Kenapa mereka selalu hobi berasumsi, seakan perempuan sepertiku selalu harusnya sudah bersuami? Menjengkelkan.

                “Darimana Bapak tahu sudah bersuami?”

                “Lha, yang tinggi, kurus, dan gondrong itu?”

                “Bukan. Itu cuma teman.”

                “Oh.” Dan dia pun menyerah begitu aku tak lagi menanggapinya. Jujur, aku malas sekali dengan basa-basi, apalagi basa-basi dengan orang sok tahu. (Kamu mau sabar ‘kan, dengan sifatku yang mudah marah?) Seakan-akan mereka sudah mengetahui benar perempuan macam apa aku dan pasti mereka selalu benar.

                Aku hanya ingin berhenti mengingat-ingatnya. Aku sudah tidak ingin lagi melihatnya, bahkan dalam mimpi terburukku sekali pun. Aku hanya ingin move on. Kamu mengerti, ‘kan?

                Aku hanya ingin memulai dari awal lagi. Belajar percaya dengan lelaki, bahwa mereka tidak semuanya jahat dan hanya menginginkan ‘hal itu’ dariku. Aku hanya ingin belajar mencintai dan menerima bahwa cinta tidak pernah mudah. Cinta tidak selalu seindah cerita dongeng. Aku sudah lama tahu hal itu.

                Aku hanya ingin move on, namun tidak ingin mulai menjalin hubungan lagi dengan alasan yang salah. Aku tidak ingin memperlakukan lelaki berikutnya sebagai ‘pelarian’ / rebound belaka. Tidak adil rasanya.

                Aku ingin move on, kalau bisa denganmu. Tidak apa-apa, ‘kan?

                Yang sedang kesal dan bingung,


                Nona Separuh Skeptis yang Nyaris Sinis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar