Dear 'Kamu',
Ini surat terakhirku. Entah apa aku akan menulis lagi untukmu atau tidak sama sekali. Tergantung kesibukanku, kurasa. Aku tak mau lagi membuang-buang waktuku untuk sesuatu yang tak pasti, meski hidup ini sendiri sebenarnya penuh oleh ketidakpastian. Manusia selalu hanya bisa berusaha yang terbaik, meski mungkin - ironisnya - kerap dinilai tidak cukup oleh sesamanya. Sedih, ya?
Apakah kita benar-benar akan bertemu di dunia nyata, tak hanya di mimpi belaka? Akankah kamu sungguh-sungguh ada, atau hanya proyeksi yang tercipta dari benak ini - akibat hati yang terlalu sering patah?
Entahlah. Aku hanya harus keluar dan benar-benar mencarimu, bukan hanya duduk manis dan diam menunggu. Hidup ini bukan dongeng. Alankag tidak adilnya bila perempuan diharapkan selalu begitu, karena bila mereka yang memulai dulu - merekalah yang akan dikatai agresif, tidak tahu malu, tidak punya harga diri, hingga...putus-asa. Serba salah juga, karena kalau tidak ada yang datang setelah mereka menunggu lama, mereka juga akan dikatai 'perawan tua tak laku' (kayak barang dagangan saja, bukan manusia!) karena (dianggap) 'kurang berusaha'. Kurang ajar sekali, ya?
Masyarakat di sini bisa sangat lucu. Standar ganda gila. Semoga kamu tidak seperti mereka.
Aku takkan mengucapkan selamat tinggal, sayangku. Aku masih percaya bahwa kita akan benar-benar bertemu. Jadi, kuucapkan saja dalam surat terakhirku ini untukmu:
Sampai jumpa di dunia nyata, pangeran dalam mimpiku.
Nona Separuh Skeptis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar